Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer METTASIK

TERVERIFIKASI

Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Renungan Ulang Tahun: Si Tukang Lentera dan Jejak Kehidupan

Diperbarui: 16 April 2022   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kita terpikir kenapa yang dipakai adalah "ultah" (ulang tahun) dan bukan "ulbul" (ulang bulan) atau "ulming" (ulang minggu), bahkan "ulhar" (ulang hari)? Akan muncul berbagai jawaban yang dapat memicu perdebatan tentang alasannya.

Jawaban netral yang kemungkinan dapat diterima oleh kebanyakan orang adalah supaya tidak terlalu sering pelaksanaannya. Momennya akan lebih terasa jika diperingati atau dirayakan tidak terlalu dekat waktunya. Lebih baik setiap tahun daripada setiap bulan, minggu, atau hari.

Berbeda orang dapat berbeda cara memperingati atau merayakan ultahnya. Ada yang tanpa perayaan, ada yang selebrasinya biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang dengan pesta meriah.

Sebagian orang yang lain menggunakan momentum ultah untuk berefleksi. Mereka merenungkan apa-apa yang sudah lewat dan bersiap menyongsong apa-apa yang akan datang.

Sewaktu seseorang berulang tahun, apakah usianya bertambah atau berkurang? Tergantung kepada referensinya. Jika referensinya masa hidup yang sudah dijalani maka sewaktu ultah, usia bertambah. Namun jika referensinya sisa masa hidup yang akan dijalani maka sewaktu ultah, usia berkurang.

Orang-orang bijaksana mengatakan, "Dari waktu ke waktu, yang semakin jauh adalah kelahiran dan yang semakin dekat adalah kematian." Tentu saja bukan berarti sewaktu ultah kita harus bersedih hati bahkan takut karena kita semakin menuju ke kematian.

Salah satu renungan yang bisa menjadi refleksi terbaik sewaktu kita berulang tahun adalah cerita berikut. Renungan refleksi ultah ini berkaitan dengan "jejak kehidupan" yang seyogyanya kita tinggalkan sewaktu kita hidup.

Zaman dahulu ada seorang tukang menyalakan lentera yang tugasnya menyalakan lentera di rumah-rumah penduduk desa begitu hari beranjak malam. Zaman itu belum ada penerangan listrik. Antara rumah yang satu dengan yang lain juga tidak berdekatan.

Di bagian depan dari setiap rumah penduduk desa diletakkan sebuah lentera yang cukup besar. Lentera ini sekelilingnya diberikan pembatas sehingga nyala api lentera tidak akan padam tertiup angin. Pembatas sekeliling lentera itu transparan sehingga nyala api lentera bisa dilihat hingga kejauhan.

Lentera depan setiap rumah tersebut juga diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak akan terkena air sekiranya hujan turun. Nyala api lentera akan cukup untuk menerangi bagian depan rumah hingga jarak beberapa meter ke depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline