Di Kawasan pinggiran, hiduplah seorang wanita bersama anak lelakinya. Ia adalah seorang pelacur.
Sang anak lelaki yang sangat mencintai ibunya. Meskipun, ia selalu dicela masyarakat. Ibunya adalah seorang Pelacur!
Menjadi anak pelacur bukanlah kutukan. Sang anak bertekad untuk menjadi baik. Agar ia tidak akan lagi mendengar cemohan. "Ibumu adalah seorang Pelacur!"
Pesantren pun jadi pilihan. Menjadi seorang santri yang berbudi luhur. Selalu membantu masyarakat, membangun citra yang baik, agar ia bisa diterima apa adanya -- Anak dari seorang Pelacur!
Usaha sang anak berhasil. Masyarakat bisa menerima dirinya, sebagai seorang santri yang Budiman. Plus cemohan, "kamu tetap anak seorang Pelacur!"
Syahdan, suatu hari ibunya meninggal dunia. Sang anak bersedih, rindu muncul dari hatinya yang beku. Ingin rasanya bertemu sang ibu. Walau ke akhirat pun akan kukejar. Tidak akan jauh dari neraka, "karena Ibuku adalah seorang Pelacur!"
"Aku ingin ke neraka, di sanalah tempat ibuku berada," sang anak bertekad.
Tapi, manalah mungkin. Sang anak adalah seorang yang soleh. Menjadi santri adalah jaminan masuk surga. Ia rajin menolong orang, neraka tidak akan mau menerimanya. "Tidak sama seperti ibuku yang seorang Pelacur!"
Sang anak berduka, sang anak gundah. Hatinya penuh amaran, jiwanya diliputi kenestapaan. "IBUKU ADALAH SEORANG PELACUR!"
Sang anak muak dengan kebaikan. Ia ingin masuk neraka. Bertemu dengan ibunya. Rencana pun dijalankan, golok terhunus tajam.