Lihat ke Halaman Asli

Shafira Andini

English Department, Faculty of Humanities Universitas Airlangga

Larangan Muslim Sementara sebagai Kebalikan dari Definisi "Melting Pot" serta Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat

Diperbarui: 1 Juli 2021   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun 2017, tepatnya 27 Januari, Donald Trump menegakkan larangan perjalanan sementara yang kemudian memblokir tujuh negara untuk memasuki Amerika. Hal itu menghentikan warga negara dari Iran, Iraq, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dalam mendapatkan akses persetujuan untuk melakukan perjalanan ke Amerika, dan berlaku selama 90 hari. Larangan ini termasuk mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda, seperti Inggris. Dalam hal ini, Trump mengklaim larangannya bukan "Larangan Muslim".

Larangan bepergian adalah 'sesuatu yang masuk akal' dan ini bekerja dengan sangat baik. "Anda melihatnya di Bandara, Anda melihatnya dimana-mana". Presiden AS menjadikan imigrasi masalah besar dalam pemilihannya. 

Hal-hal yang dia katakan tentang migran dan pengungsi membuatnya populer di kalangan pendukungnya. Dia mengatakan pada bulan Januari bahwa keputusannya untuk memperkenalkan larangan itu adalah bagian dari rencana untuk menjauhkan kelompok teroris radikal dari negara itu.

Menurut kami, kebijakan seperti ini sangat bertolak belakang dengan definisi Melting Pot itu sendiri.  Seperti yang kita tahu, bahwa metafora yang cocok untuk mendeskripsikan Amerika Serikat adalah Melting Pot. Sudah menjadi fakta umum bahwa Amerika sudah menjadi wadah untuk berbagai macam penduduk dengan perbedaan ras, agama, budaya, dan etnis. 

Melting Pot mendeskripsikan perbedaan latar belakang masyarakat Amerika Serikat. Menurut kami agama juga termasuk dari definisi Melting Pot yang turut mengambil peran dalam pembentukan kata atau definisi Melting Pot. Agama adalah kepercayaan suatu kaum terhadap Tuhan. Tentunya kepercayaan dan keyakinan manusia bukanlah hal yang bersikap satu. Maka dari itu, agama adalah suatu perbedaan yang wajib dihargai oleh setiap orang.

Walaupun Trump mengatakan bahwa larangan ini bukanlah "Muslim ban", tetapi tetap saja ini memengaruhi penurunan angka pengungsi dari mayoritas negara muslim dan jumlah visa yang dikeluarkan untuk warga negara dari negara-negara mayoritas Muslim -- termasuk warga negara dari negara-negara yang tidak dilarang juga telah menurun. Tentu saja menurut sekelompok orang yang merasakan akibat dari larangan ini merasakan suatu ketidakadilan yang sangat merugikan. Tidak sedikit penduduk muslim di Amerika Serikat yang terpisah dengan sanak keluarga bahkan ada pun yang kehilangan orang tersayang.

Kebijakan kontroversial Trump yang secara khusus menargetkan Muslim sebenarnya tidak akan membuat Amerika menjadi lebih aman. Dibanding mencari titik temu yang damai dari suatu kaum, Trump lebih memilih untuk mendiskriminasi suatu umat yang seakan-akan seperti mencari masalah dan memperumit kekuasaaan yang diinginkan. 

Alih-alih melakukan larangan, menurut kami dapat lebih efektif jika mereka memperkuat pada bidang keamanan. Dengan cara  mengidentifikasi dan melacak calon teroris sebagai bagian dari kebijakan keamanan nasional mereka. Mereka dapat secara teratur menggunakan profil rasial dalam pemeriksaan keamanan bandara.  Kenya, Belgia, dan Pakistan juga menggunakan profil untuk memantau dan menangkap orang-orang yang mereka anggap berisiko terlibat dalam terorisme.

Berdasarkan data yang kami peroleh dari GTD atau Basis Data Terorisme Global, di Amerika Serikat sendiri kelompok teroris supremasi kulit putih ekstrem bernama KKK atau Ku Klux Klan atau The Klan membunuh orang Amerika sepuluh kali lebih banyak daripada yang dilakukan oleh ekstrimis Muslim dalam serangan teroris yang dilakukan di Amerika Serikat di beberapa tahun terakhir. 

Hal ini membuktikan bahwa terorisme tidak termasuk dalam ajaran Islam dan justru merupakan musuh bagi semua agama. Oleh karena itu "Muslim ban" bukanlah solusi yang tepat dalam mengantisipasi tindakan terorisme di Amerika Serikat melainkan "Muslim ban" hanyalah bentuk realisasi dari Islamofobia Trump.

Sebelum Larangan Sementara terhadap Imigran Muslim, berdasarkan pernyataan Trump pada 7 Desember 2015, Donald J. Trump menyerukan penutupan total perihal Muslim memasuki Amerika Serikat sampai perwakilan Amerika Serikat dapat mengetahui apa yang sedang terjadi. Setelah Larangan Sementara terhadap Imigran Muslim, atau saat ini, berdasarkan Pidato Imigrasi pada 31 Agustus 2016, reformasi lain melibatkan tes penyaringan baru untuk semua pelamar yang mencakup sertifikasi ideologis untuk memastikan bahwa mereka yang diterima di negara mereka memiliki nilai-nilai yang sama dan mencintai rakyatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline