Puluhan tahun lalu semasa kecil, setiap ditanya "cita-cita" saya menjawabnya 'insinyur'. Sudah, si penanya tdk melanjutkan, titik sampai disitu. Padahal, yang memiliki gelar ir. itu kan banyak jurusan. Ada mesin, sipil, kehutanan, geodesi dll.
Antara si penanya hanya basa-basi, tdk ingin panjang lebar ngobrol dengan anak kecil, atau memang yang dia tahu insinyur itu ya.. Presiden Soekarno.
Cita-cita insinyur itu, terus berlanjut sampai umur 10 tahun. Membayangkan naik sepeda "kebo" sambil membawa paralon di punggung yg isinya gambar. Berarti arsitek dong? Seharusnya, iya... Tapi saya msh membayangkan pokoknya insinyur.
Beranjak sweet seventen, anak muda yang trend'nya Band-band'an, pinginlah jadi promotor. lhah? Kok jauh dr insinyur? Iya... Melihat Adrie Soebono, sepertinya masuk nih... Kerja dapat duit sekaligus hobby tersalurkan.
Proses mengarahkan saya ke sospol. Lbh banyak naik gunung dan jalan-jalan daripada duduk di kelas. Kuliah titip presensi, masuk ketika memang bagian yang tdk bisa ditinggalkan. Cita-cita sih, masuk ktk ujian saja lalu wisuda. Wou.. Tidak semudah itu.
Disini mulai bergeser lagi keinginan. Melihat kakak tingkat yg berprofesi wartawan, jadilah pingin jadi wartawan. Ehh... Kesampaian juga jadi bagian awak media. Sebelumnya bbrp tahun jadi tukang photo keliling ke sekolah-sekolah dan desa-desa untuk membuat IDcard. Tidak lama di media pemberitaan, karena ternyata saya lbh tertarik untuk berkreasi di branding & event.
Betapa beruntungnya, ketika ada perusahaan rokok bersedia memperkerjakan saya. Jadi tukang pasang spanduk beberapa bulan, lalu dipromosikan. Sangat-sangat beruntung. Rekomendasi kenapa saya? Karena saya pernah di media. Wou.. (lagi)
Pekerjaan yang tdk pernah ada dalam catatan cita-cita saya, akhirnya harus saya jalani. Yaitu "Marketing". Lowongan kerja, dibutuhkan marketing, tdk pernah saya stabillo untuk kemudian masukkan lamaran (jaman itu, lowongan kerja masih di iklan koran).
Disadari atau tidak, dari lahir kita sudah otomatis bernegosiasi. Bayi, akan berhenti menangis jika digendong atau diberi susu. Kita sdh belajar "menjual" apa yang kita punya, untuk memenuhi kebutuhan. Menjual tangisan untuk mendapatkan kenyamanan.
Bahkan untuk menunjukkan cita-cita jadi insinyur, saya juga bernegosiaasi dengan orang tua. Saya akan belajar dengan rajin untuk bisa jadi insinyur, tapi minta dibelikan sepeda kebo. Lhah..? Siapa yg ingin jadi insinyur? Siapa yg harus rajin belajar? Kok... Orang tua yg harus membelikan sepeda?
Marketing, profesi yang disemua lini bagian selalu ada. Bukan tentang barang / jasa yang ditawarkan. Apapun yg dijual apabila memang sudah menjadikan profesi Marketing sebagai bagian hidupnya, pasti akan memenuhi kebutuhan semua orang.