Lihat ke Halaman Asli

Gress Timur Pahlawan

Universitas Airlangga

Implementasi Bela Negara dalam Upaya Pencegahan Radikalisme

Diperbarui: 29 Juni 2022   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bela negara merupakan benteng bagi negara dalam menyelamatkan kelanggengan kehidupan berbangsa. Negara menurut teori Kontrak Sosial, John Lock mempunyai tugas melindungi hak milik negara dan warganegaranya. 

Implementasi tugas melindungi hak milik negara dan warganegaranya, termasuk membela dan mempertahankan NKRI dari ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri meruapakan hak dan kewajiban setiap warganegara Indonesia. 

Hal ini telah tertuang dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Pasal 30 ayat (1) dan (2), bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Rasa nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air yang merupakan unsur utama dari semangat bela negara menjadi suatu hal yang sangat penting, di tengah derasnya pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis tersebut. 

Oleh karena itu, pembentukan sikap bela negara harus dilakukan sedini mungkin melalui program bela negara dengan cara memupuk kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesediaan rela berkorban demi bangsa dan negara, menghayati dan mengamalkan Pancasila sehingga memiliki sikap mental yang menyadari akan hak dan kewajibannya serta tanggung jawab sebagai warga negara.

Mencermati kondisi munculnya konflik yang diikuti dengan kekerasan di era globalisasi dan informasi, apabila tatanan negara tidak dikelola dengan cerdas dan bijak, maka akan menimbulkan lunturnya semangat kebersamaan, rapuhnya kerukunan, merosotnya solidaritas serta terciptanya kerawanan disintegrasi bangsa yang mengakibatkan akan menurunnya harga diri dan kewibawaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Masa transisi krisis identitas kalangan pemuda berkemungkinan untuk mengalami apa yang disebut Quintan Wiktorowicz (2005) sebagai cognitive opening (pembukaan kognitif), sebuah proses mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka pada penerimaan terhadap gagasan baru yang lebih radikal (Colin:2015).

Alasan-alasan seperti itulah yang menyebabkan mereka sangat rentan terhadap pengaruh dan ajakan kelompok kekerasan dan terorisme. Sementara itu, kelompok teroris menyadari problem psikologis generasi muda. Kelompok teroris memang mengincar mereka yang selalu merasa tidak puas, mudah marah dan frustasi baik terhadap kondisi sosial maupun pemerintahan. 

Mereka juga telah menyediakan apa yang mereka butuhkan terkait ajaran pembenaran, solusi dan strategi meraih perubahan, dan rasa kepemilikan. Kelompok teroris juga menyediakan lingkungan, fasilitas dan perlengkapan bagi remaja yang menginginkan kegagahan dan melancarkan agenda kekerasannya.

Pembinaan kesadaran bela negara dalam menangkal beberapa fenomena di atas juga belum terselenggara secara komprehensif oleh penyelenggaran negara diantaranya menyangkut penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur pembinaan kesadaran bela negara yang dimulai oleh kementerian dan lembaga seperti fasilitas pendidikan bela negara maka diperlukan koordinasi antara kementerian dan lembaga pemerintah. 

Karena pembinaan kesadaran bela negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional sehingga pelaksanaannya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kemhan saja akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama melalui kementerian/ lembaga serta segenap komponen bangsa lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline