Oleh: Anggun Gunawan (Alumni Filsafat UGM)
Di detik-detik menjelang hari pencoblosan DKI Jakarta, paling tidak ada 2 lembaga survey yang merilis hasil elektabilitas 3 pasangan calon yang bertarung memperebutkan hati 7,1 juta masyarakat Jakarta yang telah ditetapkan dalam DPT oleh KPU DKI Jakarta pada awal Desember 2016 yang lalu.
Poltracking yang digawangi Hanta Yudha, mantan Presiden BEM KM UGM, dalam konferensi persnya Sabtu 12 Februari 2017 kemarin menyebutkan, Ahok-Djarot berada di posisi teratas dengan raihan 37,3 %, disusul pasangang Anies-Sandi 35,14%, dan di urutan terakhir ada Agus-Silvy dengan angka 23,39% serta undecided voters sebanyak 4,17%.
Sementara Charta Politika kepunyaan Yunarto Wijaya mendapatkan hasil survey yang relatif sama dengan Poltracking dengan formasi Ahok-Djarot 39%, Anies-Sandi 31,9% dan Agus-Sylvi 21,3%.
Dari hasil 2 lembaga survey di atas saya melihat ada kecenderungan masyarakat Jakarta mulai "eneg" dan "tidak nyaman" ketika isu-isu agama terus saja dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan Ahok. Dan sayangnya memang isu-isu itu terus saja dipakai oleh para elite "Anti Ahok" yang sebenarnya tidak masuk dalam struktur TIM SUKSES Anies-Sandi atau Agus-Silvy. Di sisi lain umat Islam yang "anti ahok" tetap dibiarkan mengambang tanpa ada satu pilihan yang pasti akan menyerahkan suara ke Agus-Silvy atau ke Anies-Sandi. Poster-poster dan tulisan-tulisan yang coba diviralkan adalah PILKADA DKI TIDAK ADA "2" NYA. Yang bermakna, yang boleh dipilih cuma pasangan nomor 1 dan nomor 3.