Gelaran derby Manchester ke-191 berakhir tragis bagi tuan rumah, Manchester United. Tim Setan Merah dilumat oleh juara bertahan tiga gol tanpa balas. Skor yang semakin menahbiskan bahwa untuk saat ini, kota Manchester masih menjadi milik The Citizen. Perbedaan permainan diantara keduanya terlihat sangat jomplang, membuat pendukung United harus berpikir lagi terhadap target tim kebanggaan mereka di musim ini.
Berikut 5 hal yang menjadi faktor penentu jalannya pertandingan yang dipimpin Paul Tierney ini :
1. Pinalti kontroversi di menit ke-23.
Sebuah tendangan bebas diberikan kepada Manchester City di sisi kiri pertahanan United. Bola diangkat oleh Julian Alvarez di kerumunan kotak pinalti United. Rodri terlihat terjatuh, meski permainan tetap dilanjutkan oleh wasit. Hingga tiga puluh detik kemudian Paul Tierney mendapat panggilan dari wasit VAR untuk langsung menganalisa situasi tersebut langsung di monitor. Tidak perlu waktu lama untuk Tierney menunjuk titik putih setelah menyaksikan Rasmus Hojlund tertangkap basah menghalangi laju Rodri dengan menarik perutnya dengan tangan kiri. Yang sedikit menjadi kontroversi, adalah berapa detik sebelumnya terlihat di tayangan ulang bahwa John Stones secara aktif menghentikan gerakan Harry Maguire yang sejatinya menjaga Rodri di momen tersebut, dengan gerakan jatuh ke belakangnya. Meski demikian, sudut pandang subyektif dari Sang Pengadil masih dapat diterima karena Hojlund memang secara sengaja menghentikan Rodri. Haaland pun dapat mengeksekusi pinalti itu menjadi gol pertama City.
2. Eric Ten Hag terlihat tidak pede dengan strateginya sendiri.
Sebiah formasi dalam pertandingan, terutama di laga sebesar Derby Manchester, tentunya telah disiapkan jauh hari sebelumnya. Starting Line Up telah dipilih Eric Ten Hag dengan harapan mempertahankan laju kemenangannya di tiga laga terakhir. Performa gemilang Harry Maguire dan Scott McTominay di laga terakhir United membuat mereka mendapatkan karpet merah mengisi posisi terbaiknya. Harry Maguire di lini belakang, yang kali ini didampingi pemain paling senior kubu Setan Merah, Johnny Evans. Scott McTominay juga diberikan posisi nomor 10 dibelakang Hojlund untuk melanjutkan capaian golnya yang gemilang di musim ini. Baik untuk United maupun untuk Skotlandia. Yang sedikit menjadi pertanyaan adalah diberikannya peran motor permainan kepada Christian Eriksen, yang mungkin akan dijawab Ten Hag bahwa dia memberikan ketenangan dalam penguasaan bola. Bruno Fernandes dipaksi bermain di sisi kanan, meski ia terlihat sangat tidak nyaman di posisi itu sepanjang permainan.
Sejauh babak pertama dimulai hingga 10 menit, terlihat strategi bertahan Setan Merah adalah tidak memberikan ruang di tengah kepada pemain-pemain cepat City. Mereka seakan membiarkan City mengalirkan bola ke sisi flank, dengan keyakinan apabila crossing diberikan, duo Maguire-Evans akan mampu mengatasi Haaland. Dalam transisi menyerang, bola direct diberikan kepada Hojlund dan McTominay yang secara eksplosif mampu menusuk lini tengah City. Malang tak dapat dielakkan, ketika strategi berjalan bagus, pinalti diberikan kepada tim lawan membuat United harus lebih terbuka dalam menyerang. Respon pemain United sebenarnya sangat bagus, walaupun City mampu lebih mendominasi, mereka masih tetap tajam dalam menyerang.
Bahkan menit ke 45, dampak perubahan formasi dilakukan di lima menit akhir laga, United mendapatkan peluang terbaiknya. Bruno dikembalikan ke tengah lapangan. Marcus Rashford menyisir di sisi kanan, sementara McTominay dan Hojlund berperan sebagai tombak kembar. Bola kiriman dari Rashford disisi kanan mampu menemui McTominay yang berhasil lolos dari pertahanan City. Sayang tendangan kerasnya mampu ditepis dengan gemilang oleh Ederson. Mayoritas pendukung Setan Merah tentu berharap angin ini berlanjut di babak kedua.
Namun, pergantian di awal babak kedua inilah yang menjadikan malapetaka bagi Manchester United. Mason Mount masuk menjadi playmaker menggantikan Amrabat. Bruno kembali di sisi kanan, sementara McTominay bermain di posisi nomor 8. Praktis United akan bermain tanpa defensive midfielder murni di babak kedua. Hal ini lah yang membuat Setan Merah diobok-obok sepanjang interval kedua karena lambannya pemain tengah dalam bertahan. Dua gol tambahan dari Haaland dan Foden melengkapi derita United, yang hanya disambut beberapa pergantian panik di sisa babak. Gol ketiga City lah yang menjelaskan kesalahan menggantikan peran Amrabat kepada Eriksen, karena Eriksen tidak mampu mengimbangi gocekan Rodri sebelum menembakkan bola yang bisa ditepis Onana.
3. Pep Guardiola sangat jitu dalam merubah strateginya tanpa perubahan formasi.
Salah satu keunggulan tim yang sudah lama terbentuk, adalah mereka bisa memfokuskan diri pada suatu perubahan kecil di lapangan tanpa bingung akan posisi saat transisi. Menyadari United memberikan ruang di sisi flank hanya untuk melepas crossing, Pep merubah sedikit strateginya untuk memperoleh gol pertama. Julian Alvarez yang di awal laga hanya terlihat beradu pergerakan tanpa bola dengan penjagaan Man-Marking Amrabat, diturunkan agak ke bawah guna menjemput bola dan segera memberikannya ke sisi kiri. Sisi kanan pertahanan United inilah sasaran empuknya, karena link-up play Grealish dan Bernardo begitu bagusnya, sulit diredam oleh Dalot yang dicover oleh Eriksen dan Bruno. Keduanya kurang kuat dalam bertahan. Beberapa momen masuk ke kotak pinalti didapatkan Bernardo Silva lewat sentuhan satu dua membuat Harry Maguire cukup kelabakan. Di akhir babak pertama, taktik ini hampir memberikan gol kedua bagi Haaland, jika sundulannya tidak ditepis secara gemilang oleh Onana. Sebuah Save of The Season.