Lihat ke Halaman Asli

Stop Pengadaan Sirkus Lumba-lumba

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa tidak gembira menyaksikan polah lumba-lumba ketika berenang dan meloncat di kolam pertunjukan. Salah seorang yang terkesima adalah gitaris band punk rock Netral, Christopher Bollemeyer, yang menyaksikan koreografi lumba-lumba sepuluh tahun lalu. Ketika itu, pentas lumba-lumba menjadi ajang melonggarkan urat saraf yang tegang.

Beberapa tahun setelahnya, atraksi lumba-lumba masih menyangkut di benaknya sebagai kenangan indah. Namun fakta baru pada 2008 mengubah pikiran pria yang akrab disapa Coki ini. "Saya mendapat informasi lumba-lumba disiksa penyelenggara sirkus," kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu. Keterkejutan ini menggiring Coki untuk berdiskusi dengan organisasi perlindungan hewan Jakarta Animal AidNetwork (JAAN).

Data yang dikumpulkan JAAN membenarkan informasi penyiksaan tersebut. Lumba-lumba ternyata dipaksa patuh dengan menerapkan diet ketat. Untuk mendapatkan makanan, satwa ini harus bersedia mengikuti perintah pelatih seperti melompat, menyambar bola, hingga melewati cincin api. Daging ikan, itulah pamrih yang diterima lumba-lumba patuh dari pelatih.

Setelah dilatih, lumba-lumba dipindahkan ke kota-kota pertunjukan. Coki lagi-lagi mendapati perlakuan yang tidak wajar terhadap spesies dengan nama latin Tursiops aduncus ini. Lumba-lumba ditempatkan di dalam kotak sempit.

Kulit lumba-lumba yang cepat mengering karena terpapar udara hanya dilumuri pelembab. Jika pelembab tidak ditemukan, penyelenggara sirkus mengoleskan mentega di kulit lumba-lumba. Kotak berisi lumba-lumba kemudian dimuat ke dalam truk pengap dan gelap yang mengangkut satwa sirkus ke kota pertunjukan berikutnya. "Lumba-lumba dipastikan kepanasan dan tertekan selama dipindahkan," kata Coki.

Kolam pementasan lumba-lumba juga menjadi neraka tersendiri. Kolam melingkar dengan diameter 6 meter berkedalaman 3 meter ini diisi oleh air laut buatan. Penyelenggara membuat air asin ini dengan mencampurkan air ledeng dengan berton-ton garam. Senyawa pembunuh kuman bernama klorin dicampurkan ke dalam air kolam. Klorin yang bersifat korosif dipastikan merusak organ mata yang sensitif. lumba-lumba pun menjadi rabun.

Data yang ia kumpulkan tersebut membuat Coki tergerak membuat aksi penentangan sirkus lumba-lumba keliling. Melalui laman Change.org, ia membuat petisi yang mengajak perusahaan besar menghentikan dukungan penyelenggaraan sirkus sejak Juli lalu. Sirkus lumba-lumba memang memanfaatkan halaman beberapa pasar swalayan sebagai lokasi pertunjukan.

Hingga pertengahan September, 87 ribu orang telah membubuhkan tanda tangan digitalmenyatakan ikut bergabung dalam petisi digital ini. "Dengan petisi ini kami berharap Indonesia berhenti menjadi penyelenggara sirkus lumba-lumba keliling terakhir di muka bumi," ujar dia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline