Di internet banyak sekali penawaran jasa pembuatan logo yang mampu memberikan penawaran dengan harga yang amat murah. Rata-rata bahkan bisa memberikan harga di bawah 100 ribu rupiah tiap desainnya. Ada pula yang menawarkan harga 75 ribu rupiah, bahkan ada yang hingga membanting harga jauh dengan menawarkan 30 ribu atau 25 ribu rupiah. Sebagian bahkan bisa menawarkan paket ekspres yang mana pagi kita order, sebelum siang sudah jadi. Dengan layanan seperti itu, tentunya bagi beberapa orang yang ingin memikirkan membuka toko atau sedang mengadakan event, tawaran tersebut cukup praktis dan menggiurkan.
Ada satu pertanyaan yang cukup menggelitik "dengan jasa yang memberikan harga murah seperti itu, apakah para desainer sendiri bisa hidup dari hanya menjajakan logo? Cukupkah untuk sehari-hari?" Pada dasarnya, sebelum ke sana, ada faktor-faktor lain yang perlu kita lebih perhatikan dengan jeli.
Pertama, kita perlu menyadari bahwa biaya hidup di masing-masing tempat berbeda-beda. Tentunya hal itu akan berdampak pada kebutuhan seperti biaya perawatan tempat tinggal (air, listrik, gas, bahkan pajak bangunan), makanan, hingga transportasi sehari-hari. Bagaimana beban di perkotaan tentunya akan berbeda pula dengan beban di daerah pelosok. Hal semacam ini membuat definisi "berkecukupan" bisa sangat berbeda-beda tiap orangnya. Dari sini, sebenarnya sudah dapat dirasakan bahwa tentunya akan ada tantangan tersendiri bagi seorang desainer untuk memenuhi kehidupan hidupnya di tempat dimana ia tinggal.
Kedua, dalam proses desain itu sendiri membutuhkan waktu, usaha, dan skill. Bahkan pada sebuah desain logo yang sederhana pun tentunya memerlukan waktu untuk dikonsep, di-edit, hingga diselesaikan. Belum lagi apabila dari pihak klien meminta revisi karena kurang cocok dengan warna, bentuknya, maupun elemen-elemen lain di dalamnya sehingga membuat desainer harus kembali ke meja kerja untuk menyesuaikan kembali (dan dalam beberapa kesempatan bahkan harus desain ulang dari nol). Bila memang bahkan harus dipadatkan upah 25 ribu untuk satu jam pengerjaan, itu tidak sebanding dengan effort yang dikeluarkan.
Ketiga, dengan upah hingga 25 ribu per desain itu, tentunya akan sangat memakan waktu dan juga biaya berikut dengan promosinya. Bila diibaratkan sebagai sebuah produk, ada sebuah target sales yang harus dikejar. Bahkan untuk mengejar upah rutin bulanan 4 juta saja per bulan misalkan, seorang desainer harus mampu menemukan klien dan goal 160 logo tiap bulan belum dipotong margin biaya yang disebutkan di awal! Dengan kondisi seperti itu, realistis kah untuk menggapainya? Bila dibandingkan dengan perusahaan atau UKM di Indonesia, apakah setiap bulan ada setidaknya 160 usaha yang memerlukan logo atau bahkan ingin memperbaharui logonya terus menerus? Bagaimana dengan ajakan proyek yang gagal atau ditolak klien? Bagaimana pula dengan persaingan di antara desainer logo di seluruh Indonesia? Kondisi-kondisi seperti ini adalah kondisi yang sangat umum terjadi di lapangan dan pada akhirnya dapat memberi kita gambaran betapa tidak realistisnya hidup dengan hanya mengandalkan jasa desain logo yang bahkan membanting harga.
Lantas, apa yang dapat para desainer lakukan? Pada akhirnya, daripada menawarkan harga terendah, seorang desainer dapat fokus membangun portofolio karya berkualitas tinggi dan menargetkan klien yang mampu menghargai desain secara profesional. Hal ini memungkinkan para desainer untuk menetapkan harga wajar yang mencerminkan keahlian dan pengalaman mereka. Selain itu, pemberian jasa lain seperti pengembangan identitas brand, desain situs web, atau materi pemasaran dapat meningkatkan probabilitas kenaikan pendapatan per klien. Dengan berfokus pada kualitas, nilai, dan pemasaran yang tertarget, seorang desainer dapat menawarkan peluang-peluang sukses yang jauh lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H