Sebagai seorang alumnus Desain Produk Industri di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), beberapa acara yang berhubungan dengan kampus almamater saya tersebut sering sekali muncul di beranda media sosial saya. Kampus yang menjadi saksi perjalanan pendidikan tinggi saya itu tak jarang memuat acara-acara yang membuka kehadirannya bagi orang umum. Salah satu acara yang baru-baru saja saya ikuti adalah Pameran Ningyo yang diselenggarakan oleh Japan Foundation.
Pameran yang berlangsung selama 23 Agustus hingga 12 September 2023 di Surabaya tersebut merupakan sebuah pameran langka dimana boneka-boneka tradisional dari Jepang didatangkan khusus agar rakyat Indonesia mengenal salah satu budaya Jepang yang spektakuler. Pameran itu sendiri selain berada di Surabaya juga diselenggarakan di Jakarta pada 6-24 Juli lalu serta direncakanan juga dihadirkan di Bali di bulan Oktober mendatang.
Saat mendatangi pameran, saya langsung mendaftar di meja registrasi dan diberikan buku panduan. Ketika masuk ruang, terhampar di mata saya berbagai jenis boneka yang begitu indah. Seorang penjaga saya ajak mengobrol tentang boneka-boneka tersebut. Dijelaskan bahwa setiap boneka memiliki makna dan latar belakang masing-masing.
Ada boneka yang berasal dari cerita rakyat Jepang seperti Momotaro, ada boneka Dairi-bina (pasangan Kaisar dan Maharani) yang merepresentasikan seorang Kaisar Jepang di zaman dulu, hingga boneka Daruma yang sangat ikonik dan cukup terkenal di kalangan penggemar budaya Jepang. Seluruh boneka tersebut memiliki gaya busana yang merepresentasikan zaman tertentu di dalam sejarah Jepang.
Boneka-boneka tersebut yang digelar dalam konsep "Ningyo" (artinya "bentuk manusia") karena mencitrakan bagaimana kehidupan tradisional rakyat di Jepang sendiri yang cukup erat dengan boneka. Boneka-boneka tersebut oleh penyelenggara pameran dibagi secara apik dalam empat bagian, yakni Ningyo sebagai doa untuk perkembangan anak, Ningyo sebagai seni rupa, Ningyo sebagai seni rakyat, dan juga Penyebaran Budaya Ningyo. Keseluruhannya dirangkai dalam alur pameran yang diisi oleh sekitar 67 boneka tersebut.
Setiap boneka-boneka tersebut dapat menjadi sebuah inspirasi tersendiri, baik untuk pengunjung maupun mahasiswa kampus jurusan yang juga sangat erat dunia visual itu. Dari bagaimana boneka-boneka indah itu dipajang yang secara apik, saya sendiri belajar untuk menghargai setiap budaya yang ada. Sebuah sikap yang menjadi tongkat estafet indah untuk peradaban yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H