Tingkat ketegangan di dunia saat ini sangat memprihatinkan, jauh lebih tinggi daripada dekade sebelumnya. Indikator naiknya ketegangan ini dicerminkan dengan meningkatnya konflik bersenjata di seluruh dunia, mulai dari perang Rusia-Ukraina, Sudan, dan tumpah darah yang terjadi di Gaza. Tidak hanya itu, perubahan iklim, krisis ekonomi pasca COVID-19, dan meningkatnya populasi penduduk masih menjadi masalah besar yang masih belum terpecahkan hingga saat ini. Namun, apakah semuanya harus terjadi seperti ini? dan apakah generasi muda harus khawatir akan kedepannya?
Munculnya Konflik di Abad Ke-21
Menurut data yang diambil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah kematian akibat perang telah mengalami penurunan sejak tahun 1946. Namun kenyataannya, angka konflik bersenjata di seluruh dunia masih terus meningkat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut: kepentingan politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Runtuhnya Uni Soviet pada akhir perang dingin menjadikan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia. Namun, pada pergantian abad ke-21, dampak pencemaran lingkungan dari kapitalisme, konsumerisme, dan kemiskinan yang tinggi mulai muncul sebagai masalah sosial yang besar. Faktor-faktor ini membuat pemerintah dunia mempertimbangkan kembali bagaimana seharusnya mereka mengatur anggarannya untuk menyelesaikan aspek-aspek tertentu.
Kekosongan kekuasaan yang dimunculkan oleh perang dingin dan munculnya era digital juga menyebabkan perubahan radikal terkait persepsi masyarakat terhadap masalah di dunia. Awal dekade 2000-an sering diingat dengan berbagai aksi terorisme seperti serangan Al-Qaeda terhadap The World Trade Center, bom Bali, dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, munculnya media massa dan berkembangnya teknologi informasi memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyaksikan peristiwa tersebut secara real time. Selain itu, invasi Amerika Serikat ke Irak membuat masyarakat bertanya apakah tindakan ekstrim dalam nama melawan terorisme diperlukan atau tidak. Hal tersebut juga diperparah dengan adanya fenomena Islamophobia, yang menyebabkan sentimen-sentimen yang tidak baik.
Tiongkok, Negara Adidaya Selanjutnya?
Kebangkitan China, atau lebih tepatnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah sebuah hal yang tidak satu orangpun menyangka akan terjadi. Pandangan tersebut bisa ada karena Tiongkok dahulu merupakan salah satu negara termiskin yang ada di Asia. Menurut data yang diambil dari CGTN.com, Gross Domestic Product (GDP) Tiongkok pada tahun 1978 hanya meliputi 2% dari seluruh total dunia. Sekarang, China adalah kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat dengan total GDP 17 triliun USD. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai gerakan reformasi yang menjunjung tinggi adanya market economy, upah buruh yang relatif cukup rendah juga menjadi salah satu faktor mengapa perusahaan internasional ingin berinvestasi kepada China.
Naiknya China dalam panggung dunia juga menyebabkan pertentangan dengan Amerika Serikat. Hingga sekarang, China terus berusaha untuk menyebarkan pengaruhnya ke kawasan Asia-Pasifik hingga seluruh dunia lewat Belt and Road Initiative. Tujuan dari inisatif tersebut adalah untuk memajukan negara-negara miskin berupa investasi dan stimulasi ekonomi. Namun, tidak jarang diketahui bahwa Belt and Road Initiative seringkali digunakan China untuk menjerumuskan negara lain kedalam hutang dan bergantung kepadanya. Hal inilah yang membuat Amerika Serikat ingin menghambat pengaruh China, dimulai dengan kawasan Asia-Pasifik. Sejauh ini, aksi-aksi yang telah diambil meliputi menjalinkan beberapa hubungan strategis dengan negara-negara di Asia Tenggara dan mengurangi ketergantungan industri kepada China.
Perubahan Iklim & Pemanasan Global
Abad ke-21 juga merupakan dunia yang sedang mengalami masalah pemanasan global. Tidak dapat dipungkiri bahwa suhu dunia akan terus meningkat jika tidak ada tindakan drastis yang diambil. Secara tidak langsung, perubahan iklim juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konflik dan ketidakstabilan suatu wilayah. Beberapa sumber daya berharga seperti pangan dan air sangat rentan terhadap perubahan perubahan iklim, sehingga pada suatu saat permintaan akan kebutuhan tersebut akan melampaui ketersediannya dan menyebabkan konflik atas kepemilikan sumber daya.
Kedepannya?