Mengkudu atau Morinda Citrifolia adalah tanaman multi fungsi. Sudah sering dimanfaatkan bagi kesehatan, namun tak hanya itu. Buah ini juga digunakan untuk kepentingan lain. Dijadikan sebagai pestisida alami dan mengobati penyakit ikan. Mengkudu juga sangat familiar di kalangan para penenun kain. Buah dan akarnya digunakan untuk mewarnai kain tenun mereka.
Pohon mengkudu, sering terlihat tumbuh di pinggir jalan atau di tegalan dan lahan kosong. Tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, tanpa dirawat. Meskipun tumbuh liar, buahnya sangat sehat dan besar-besar.
Secara alami, tanaman mengkudu berkembang biak dengan bijinya. Buah yang telah matang, apabila tidak diambil maka akan jatuh di sekitar lalu membusuk. Dari buah yang membusuk ini, akan bermunculan bibit baru. Mereka siap untuk bertumbuh dan berkembang, meneruskan keturunan jika didukung oleh kondisi eksternal.
Bagi yang ingin membudidayakannya, dapat menanam biji atau dengan teknik stek tanaman. Apabila memiliki pekarangan yang cukup untuk bertanam maka dapatlah memelihara satu pohon di samping atau di belakang rumah. Tanaman ini tidak rewel. Berbuah lebat dan bisa tumbuh pada berbagai jenis tanah.
Asal dan Macam Nama untuk Mengkudu
Mengkudu merupakan tumbuhan asli asal Asia Tenggara. Selain ditemukan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), mengkudu juga tersebar di Australia dan Selandia Baru.
Konon, para pelaut asal Polinesia memetik dan membawa buah ini dari Asia Tenggara sehingga tersebar pula di sepanjang Pasifik.
Buah mengkudu, dikonsumsi oleh para pelaut Polinesia di waktu itu untuk menambah stamina tubuh selama melaut. Mereka percaya, buah mengkudu adalah tanaman berkhasiat yang dapat menyembuhkan aneka penyakit.
Mengkudu dikenal dengan nama Noni, Indian Mulberry atau cheese fruit. Di Indonesia, pohon ini memiliki nama daerah sendiri-sendiri. Kami suku Atoni di Timor Barat menyebutnya dengan nama Bakulu.
Dari rimbakita.com, diketahui beberapa sebutan daerah untuk mengkudu. Di Jawa dikenal dengan nama Pace atau Kemudu. Sementara orang Sunda mengenalnya sebagai Cangkudu. Orang Bali menyebutnya Tibah dan orang suku Betawi menamakannya Noni. Sedangkan penduduk Aceh mengenalnya dengan tanaman Keumeudee.