Lagi-lagi, Pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan harga BBM per Sabtu siang (3 September 2022). Dan seperti kejadian-kejadian sebelumnya, masyarakat terlihat antri BBM di SPBU sebelum terjadi kenaikan harga. Di beberapa SPBU, BBM pun tetiba menjadi habis menjelang kenaikan. Biasalah, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Dalam akun face book resmi Menteri Keuangan saat ini, Sri Mulyani Indrawati, menuliskan beberapa pokok pikiran terkait dengan kenaikan harga BBM ini.
Diantaranya, dikatakan Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu. Juga merupakan komitmen pemerintah agar penggunaan subsidi ini benar-benar tepat sasaran.
Menurut Sri Mulyani, ternyata anggaran subsidi dan kompensasi seperti yang dituangkan dalam Perpres 98/2022 sebesar 502,4 triliun rupiah telah meningkat 3 kali lipat dari alokasi awal. Dan sebagian besarnya diperuntukkan bagi subsidi BBM. Karena makin tekor, maka mau tidak mau, harga BBM harus dinaikkan.
Kenaikan 3 jenis BBM kali ini cukup signifikan. Pertamax naik sebesar 13,79%. Sementara pertalite, mengalami kenaikan harga hingga 23,50%. Sedangkan solar subsidi, mengalami kenaikan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 24,26% dari harga lama.
Pertalite: harga lama Rp 7.650 ---- harga baru Rp 10.000 ---- jumlah kenaikan Rp 2.350 atau 23,50%
Solar subsidi: lama Rp 5.150 ---- harga baru Rp 6.800 ---- jumlah kenaikan Rp 1.650 atau 24,26%
Pertamax: harga lama Rp 12.500 ---- harga baru Rp 14.500 ---- jumlah kenaikan Rp 2.000 atau 13,79%
Kenaikan harga BBM, selalu akan membuat masyarakat panik untuk membeli ala kadarnya. Mereka rela antri berjam-jam, hanya untuk mengisi kendaraannya dengan BBM harga lama. Panic buying ini, membuat pemilik SPBU pun menjadi nakal dan sengaja menahan BBM nya agar dijual setelah pengumuman pemberlakuan harga. Lagu lama, kata teman saya.
Akankah BLT BBM tepat sasaran?
Seperti yang dirilis oleh kompas.com per 3 September 2022, Presiden Jokowi mengakui bahwa BLT BBM yang disalurkan pemerintah, tidak mungkin tepat sasaran hingga seratus persen. Bahkan Jokowi menyebutkan, bisa jadi hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sementara, yang seharusnya masuk kriteria penerima manfaat, tak mendapatkannya.
Membaca dan mendengar langsung statemen sang pemimpin, nampaknya kita menjadi skeptis perihal ketepatan sasaran dan kelancaran distribusi BLT BBM. Juga penyaluran subsidi BBM kepada 16 juta pekerja yang berpendapatan di bawah standar.
Terkait dengan ketepatan sasaran. Timbul banyak pertanyaan, BLT ini diperuntukkan bagi mereka yang berdampak langsung dalam menggunakan kendaraan dengan BBM bersubsidi, ataukah diperuntukkan bagi mereka yang selama ini telah menikmati BLT atau PKH dan bantuan lain karena menyandang gelar miskin?