Baru-baru ini di awal Januari 2022, kami para orang tua dari salah satu Sekolah Dasar swasta di Kota Kupang NTT dihimpun untuk mendengarkan evaluasi dari kepala sekolah. Juga sekaligus menerima buku raport anak-anak kami, semester 1 tahun 2021-2022.
Hal menarik yang disorot oleh kepala sekolah, adalah terjadinya penurunan kualitas siswa selama pembelajaran dilakukan secara daring dari rumah sejak merebaknya pandemi covid-19. Terlihat setelah sekolah memberlakukan tatap muka secara shift menjelang ujian semester, ternyata cukup banyak ditemukan persoalan.
Penurunan kualitas ini tidak hanya berkaitan dengan pelajaran tetapi mencakup semua aspek yang selama ini diterapkan oleh sekolah dalam mendidik siswa-siswinya untuk menjadi pelajar yang berkarakter.
Menurunnya Etika 5 S dan Tomat
Sekolah yang dikelola oleh suster-suster Canossian ini mewajibkan semua siswa untuk menerapkan etika 5S dan tomat secara konsisten. Tidak hanya di sekolah, tetapi dilakukan dimana saja termasuk di lingkungan keluarga.
Lima S yang dimaksud adalah Senyum, Sapa, Salam, Santun dan Sopan. Tomat bukanlah sayuran berwarna merah yang kaya akan vitamin C dan A, tetapi merupakan akronim dari Tolong, Maaf dan Terimakasih.
Ketika datang ke sekolah saat PMT secara shift, banyak siswa tidak memberi salam kepada para guru, suster dan tenaga pendukung lainnya di sekolah. Tanpa menyapa dan memberi salam, siswa membiarkan dirinya dicek suhu tubuhnya, mencuci tangan, lalu 'nyelonong' begitu saja meninggalkan petugas. Tanpa senyum, tanpa ucapan terima kasih.
Siswa juga 'lupa' meminta tolong atau mengucapkan terimakasih, saat mendapatkan bantuan dari guru. Kegiatan daring di rumah, nampaknya menngurangi etika 5S Tomat ini. Kepala sekolah, bahkan akan mengundang pihak eksternal untuk menata kembali etika yang penerapannya mulai berkurang di sekolah.
Nilai 100 saat ujian secara daring tapi...
Satu hal yang tak kalah menarik adalah tentang hasil ujian dan tugas sekolah. Siswa selalu mendapatkan nilai 100 saat ujian dilakukan di rumah. Sebaliknya, ketika diuji melalui tatap muka secara shift, ternyata siswa kewalahan dan banyak yang nilainya tidak sampai seratus.
Kemandirian siswa jadi dipertanyakan oleh guru. Apakah siswa dimotivasi untuk mengerjakan sendiri ujian dan tugas, atau dikerjakan oleh orang tua karena ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaan tersebut.