Hiruk-pikuk kampanye yang dilakukan oleh para kandidat Gubernur-Wagub NTT periode 2013-2018 berakhir sudah. Yang ada sekarang tinggal sisa-sisa gelas dan botol air mineral dan kertas nasi untuk para 'suporter' saat mereka kampanye.
Bahkan di beberapa sudut kota masih terpampang beberapa foto kandidat, termasuk pohon-pohon, yang menjadi rebutan tim sukses untuk memasang foto-foto jagoan mereka. Tanggal 15-17 Maret 2013 ditetapkan sebagai masa tenang, dan tanggal 18 Maret adalah hari H Pemilukada NTT Periode 2013-2018.
Meskipun dalam masa tenang, kesibukan tim sukses justru meningkat. Mobilisasi saksi-saksi di TPS masih dilaksanakan sampai dengan detik-detik menjelang Pemilukada. Tak ketinggalan tim quick count dari partai atau lembaga survey juga sudah siap menjalankan tugasnya.
Teman saya, yang menjadi tim sukses salah satu kandidat, hingga kini masih optimis kalau kandidatnya yang akan memenangkan pertarungan pada 18 Maret 2013 nanti. Saya hanya tersenyum, sebab kandidat yang lain, juga sangat optimis.
Bahkan yakin sekali akan memenangkan pertarungan hanya dalam satu putaran saja. Sebuah kepercayaan diri yang patut diacungi kedua jempol sekaligus menggeleng-gelengkan kepala, sebab sang juara pastilah hanya satu pasang.
Mengikuti debat akhir kandidat tanggal 14 Maret 2013 yang disiarkan langsung oleh TVRI, kita patut bersyukur dan berterima kasih, karena semua kandidat punya janji untuk membuat NTT lebih maju dari sekarang, paling tidak di masa kepemimpinannya.
Janji saja, tidaklah menyelesaikan persoalan. Terlalu banyak masalah yang dihadapi oleh provinsi NTT, yang sering diplesetkan oleh orang, Nasib Tak Tentu.
Persoalan krusial, adalah bagaimana dapat menjadikan NTT ini tidak menjadi sarang para koruptor yang juga menjalankan praktek kolusi dan nepotisme. NTT tidak pernah beranjak dari provinsi yang dicap sebagai daerah miskin tapi sangat maju dengan praktik-praktik KKN.
Sebagai pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap perbaikan mutu sumberdaya manusia NTT, maka gubernur-wagub harus menjadi teladan. Tidak melakukan kebiasaan bongkar-pasang birokrat berdasarkan pro-kontra di masa kampanye, tetapi berdasarkan atas kapasitas dan kapabilitas yang bersangkutan.
Pemimpin juga tidak boleh menggunakan dana sosial untuk kepentingan perjalanan dinas atau kegiatan aparaturnya, apapun alasannya. Isu lain yang tidak kalah penting, adalah bagaimana membuat pendidikan di NTT menjadi maju. Bukan hanya selangkah, tetapi meloncat sehingga dapat mencapai 'jarak' yang cukup jauh.