Peningkatan bisnis yang cukup tinggi dengan produksi tahu dalam jumlah yang banyak berpotensi menimbulkan masalah pencemaran lingkungan.
Dalam sehari rata-rata limbah yang dihasilkan oleh satu produsen bisa mencapai kurang lebih 5 drum dengan volume masing-masing adalah 90 liter.
Limbah cair tahu mengandung Total Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biological Oxygen Demand (BOD) yaitu zat berbahaya bagi lingkungan terutama pencemaran air sungai dan air tanah disekitar pemukiman warga.
"Limbah cair tahu secara teknis sangat bermasalah bagi lingkungan, sehingga kita mencoba mencari solusinya melalui sebuah teknologi yang berkelanjutan. Tentu perlu adanya agen pengubah di lapangan," tutur Pak Jamalludin sebagai ketua Paguyuban Kelurahan Tinalan
Hal ini dimanfaatkan oleh Mahasiswa Tim Pengabdi UM 2022 di Tinalan untuk menjadikan permasalahan limbah sebagai fokus masalah yang ingin diselesaikan dalam Program Kerja Kerja Bakti.
"Kami sudah melakukan beberapa literature review dan menemukan solusi yang diharapkan dapat berguna bagi warga sekitar sini (Kelurahan Tinalan). Ternyata limbah cair tahu berpotensi untuk di daur ulang menjadi pupuk," jelas Diana
Adapun pembuatannya dengan mencampurkan limbah cair tahu (1L) dengan EM4 (50ml), air gula merah (50ml), air kelapa (300ml), dan air cucian beras (400ml) dalam wadah tertutup. Proses fermentasi akan memakan waktu selama 14 hari. Pada hari ke-10, tutup dibuka untuk membantu proses penurunan kadar BOD, COD dan TSS.
Mahasiswa Pengabdi dari UM juga melakukan pemberdayaan dan penataan kembali Green House di Kelurahan Tinalan Gg 3 yang sebelumnya sempat tidak aktif karena pandemi Covid-19