Lihat ke Halaman Asli

Brigitte Christine

Solo Traveler mengenal dunia luar.

Pasar Malam Weekend Punya Cerita

Diperbarui: 2 Juni 2018   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muzeum Youth Malaka. Dokpri

Kedatanganku yang ke dua setelah enam tahun lalu, special weekend karena puncak keramaian pasar malam di daerah Jonker Street digelar. Dengan penerbangan ke Kualalumpur dan dilanjutkan naik bis antar kota langsung dari KLIA karena jadwal keberangkatan bis pukul empat sore, saya tiba di KLIA2 pukul dua siang, ditambah antrian imigrasi tak mungkin terkejar keberangkatan bis pukul dua lewat limabelas. Pasti anda bertanya kenapa dari KLIA bukan KLIA2?

Setelah saya lihat jadwal bis antar kota yang dari KLIA2 berangkat pukul empat lewat lima belas dan tiba di Mahkota Medical Center pukul tujuh lewat lima belas, sedangkan dari KLIA keberangkatan pukul empat dan tiba pukul enam lewat tigapuluh di Melaka Sentral harga tiket tigapuluh lima ringgit, saya bisa naik bis no.17 langsung ke Gereja Merah/ Stadhuys dengan membayar dua ringgit.

Ternyata cuaca tak bersahabat dari Kualalumpur cerah, sampai di jalan bebas hambatan mulai turun hujan mula- mula gerimis kemudian agak lebat. Sesampainya di Melaka Sentral agak mendung, bis no.17 sudah siap jalan ketika saya tiba sehingga tak perlu lama menunggu. Namun saat bis bergerak mendekati Gereja Merah, mendadak curah hujan menjadi lebat, saya bergegas keluar sambil menenteng koper dan berteduh di Muzeum Youth. Menanti hujan reda, dan semakin banyak orang berdatangan untuk berteduh. 

Dalam hati saya bergumam gagal untuk menikmati kemeriahan pasar malam weekend di Jonker Street, bagaimana mungkin pedagang berjualan di area terbuka. Menit demi menit berlalu hingga tak terasa satu jam, hujan tak menandakan akan reda, gerimis cukup lebat tak memungkinkan saya untuk menerobos, mana lokasi Tang House Hotel saya belum tahu meskipun tertulis jalan Tokong no.78 karena dari pihak hotel tidak menjawab emailku.

Hujan mulai mengecil, perutku sudah mulai minta segera diisi, saya beranikan diri untuk menerobos gerimis dengan payung, tujuanku lamgsung ke Jonker Street, benar saja tenda-tenda penjual makanan masih nampak kosong padahal sudah pukul delapan malam, saya melewati sebuah kedai makan dan akhirnya mampir untuk sekedar mengganjal perut yang sudah bernyanyi, kupesan sepiring kwetiau goreng dengan harga tujuh ringgit.

Daftar menu di kedai makan. Dok.pribadi

Tujuh Ringgit sepiring kwetiau goreng. Dok.pribadi

Sepiring kwetiau goreng akhirnya datang, dan segera kulahap, rasa biasa saja tak istimewa darpada masuk angin. Meski hujan belum reda tetap kuterobos karena saya ingin cepat tiba di pemginapan. Perlu perjuangan untuk menemukan lokasi penginapanku. Sesampainya di pemginapan pintu lama dibuka untung ada tamu lain yang baru datang juga. Kamar tidurku di lantai dua, dengan menenteng koper dan baju basah, saya segera bersiap-siap untuk mandi dan ganti baju.

Puji Tuhan hujan sudah berhenti meski waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, pedagang di pasar malam sudah mulai siap menyambut para pelancong, berbagai bangsa berbaur di pasar malam weekend Jonker Street, banyak dari Tiongkok.

Saya mulai dari dekat penginapan ada panggung yang menggelar acara menyanyi dan menari pesertanya orang- orang paruh baya tetapi tetap semangat seru juga. 

Panggung gembira di Jonker Walk.Dok.pribadi

Aksi para penari di Jonker Walk. Dok.pribadi

Saya lanjut menyusuri jalan yang mulai penuh orang baik pedagang maupun pejalan kaki lainnya. Banyak makanan laut, ada yang jual telur puyuh diberi topping sosis dan mayonaise. Aneka kerang yang dibakar. Ada sebuah semangka utuh yang dijuice dan es cream yang ramai pengunjung, ada seorang penjual kelapa bulat yang beraksi mengundang perhatian pengunjung, dijual seharga lima ringgit. 

Suasana weekend di Jonker Walk. Dok.pribadi

Dok.pribadi

Pengunjung yang sudah dapat tempat duduk. Dok.pribadi

Dok.pribadi

Dok.pribadi

Aneka makanan dibakar. Satu tusuk scallop isi 4 harga 4 ringgit. Dok.pribadi

Daftar harga makanan. Sembari menunggu pesanan satu tusuk scallop. Dok.pribadi

Penjual kelapa shake sedang beraksi. Dok.pribadi

Dok.pribadi

Dok.pribadi

Dok.pribadi

Homemade kue pia yang isinya kacang hijau, kacang merah, abon ayam. Enak sekali pas masih hangat 10 biji harga delapan belas ringgit. Saya masih ingat tempat ini meski sudah enam tahun lalu. Sayang saya tak mengabadikan aneka pia karena tangan sudah penuh belanjaan. 

Pasar malam weekend di Malaka sebenarnya sama seperti yang ada di Indonesia, hanya saja mereka bisa mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara itu keistimewaannya. Letaknya di daerah yang diakui sebagai warisan dunia oleh Unesco. Sarana transportasi yang mudah terjangkau dan betebaran penginapan baik yang budget maupun hotel berbintang. Indonesia kapan ya bisa mengikuti? 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline