●
Penamaan atau pemberian merek (branding) memang cukup vital sebagai strategi pemasaran sebuah produk. Sudah pasti, hal tersebut ditujukan untuk menarik minat pembeli, dan selanjutnya jika perlu, juga untuk menjaga customer lama - agar terus menjadi pelanggan setia mereka.
Selain pemberian nama, upaya merebut pasar ini bisa juga sih melalui penampilan logo.
Nah, hal-hal inilah yang mencuri perhatian saya. Sudah menjadi kebiasaan, kala membeli satu penganan ringan (terutama menjajal barang baru) produksi rumahan (dengan kata kerennya: UMKM) maka atensi saya lebih terfokus pada labelnya, nama, moto - selain rasanya tentunya - karena seringkali terasa unik dan lucu. Kenapa pilihan jatuh pada yang made-in rumahan? Karena walau rumahan, belum tentu murahan (kalah mutu) dibandingkan dengan kudapan keluaran perusahaan besar/ ternama misalnya, atau snack impor sekalipun.
Di bawah ini contohnya:
1. Kerupuk Ikan CINTA RASA
Gambar 1.
Saya sih menginterpretasikannya (wuih..panjang amat, ganti aja dengan: “Ngertinya..”) sebagai modifikasi dari akar kata “cita rasa”. Begitu bukan, kata bentukan yang biasa ditemukan?
(BTW, ini cinta pada rasanya, atau rasa dari cintanya? Ayoh, jangan mempersulit yang mudah.)
Rekomendasi Produk: Saya akui, kerupuk ini memang gurih. Ditemani nasi, kecap, dst, dst.
2. AROMANIS
Gambar 2.
Ini sih diadaptasi dari kata dasar ‘arum manis’. Cotton candy, kata orang Barat. Rambut nenek, kata orang Betawi dan Jawa Barat. Atau dikenal juga sebagai Arbanat.
Hmmm.. tengok Tag line-nya: “Jangan ngaku manis kalau belum makan AROMANIS *****”
(Sip. Jadi perlu sering-sering makan aromanis nih? Biar pede untuk melakuan pengakuan di hadapan si do’i?)
Testimony Produk: Memang betul lho, rasanya manis, nis, nis.
3. Kudapan ringan
a. Cover Depan:
Gambar 3.
Tertulis mereknya disitu : “Sistik Teh Nur”
Boleh ya saya urai satu persatu ya?
- Sistik = adaptasi dari kata cheese stick.
Yet, believe me, truly ,madly, deeply, deh - bahwa ternyata di dalam kemasan tersebut sebenarnya adalah keripik bawang adanya. Sama sekali bukan cheese stick (sistik). Saya kelupaan ambil fotonya karena memang bener sih rasanya gurih sekali, potongan keripiknya tipis banget. Jadi asyik menikmatinya, keenakan, sampai ngga sadar, tahu-tahu sudah habis. Sorry.
Nah, boleh dilihat juga pada komposisinya: Tepung terigu, tepung tapioka, bumbu penyedap, cabe. See, tidak ada kejunya (cheese/ sis).
- Teh= panggilan untuk kakak perempuan di Jawa Barat (Bandung).
(Jadi berandai-andai: Gimana ya jika namanya Sys? Bisa jadi: “Sistik Sis Sys”)
- Teriama Pesanan
(Wah ini belum diedit. Seharusnya diralat: Terima Pesanan. Adminnya gimana, nih? Barangkali memang sudah terlanjur dicetak massal.)
- Exp: Expiry Date dengan tulisan bolpen.
(Kenapa nggak pake stempel tanggal manual aja ya?)
b. Cover Belakang:
Gambar 4.
Perhatikan, Tag line-nya: “Sebagian Keuntungan Diberikan Kepada...dan seterusnya”.
Ini jadi ide bagus banget. Karena dengan begini, konsumen merasa memiliki ‘nilai tambah’ dalam mengonsumsinya. Jadi bukan hanya cecap sesaat belaka, namun juga merasakan ‘kepuasan dunia akhirat’ sekaligus.
Nah, ada tapinya lho. Harap jangan bohong atau sekadar pencitraan. Sebab konsumen tak mungkin melakukan check and recheck lokasi Yayasan penerima share/ deviden tersebut.
Testimoni: Rasanya lezat. Ya itu tadi: tahu-tahu saja sudah habis.
●
Overall, Aku Cinta Produk-produk Indonesia.
Happy weekend.
●
Gambar 1, 2, 3, 4 : Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H