Kita semua sepakat Sosial distancing atau membatasi interaksi sosial adalah cara cerdas mencegah penyebaran virus corona. Terkait dengan hal itu, tentu saja tidak salah jika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak tokoh agama mengimbau masyarakat agar menjalani peribadatan keagamaan di rumahnya masing-masing.
"Diharapkan kepada tokoh-tokoh agama, ormas, majelis keagamaan, dan takmir mesjid supaya juga memberikan pengertian ke jamaah untuk memilih beribadah di rumah masing-masing dulu,"
Ajakan ibadah di rumah ini sejatinya dipahami bukan sebagai pembatasan beribadah, melainkan dimaknai sebagai ekspresi ketaatan pada negara yang adalah wakil Tuhan.
Bukan Lockdown
Indonesia belum memberlakukan kebijakan Lock down demi memutus rantai penyeberan Corona. Pemerintah pusat, institusi yang paling bertanggungjawab mengatasi Covid-19 belum merasa perlu menetapkan kebijakan Lockdown dengan segala risiko yang harus ditanggung negeri ini. Lagi pula, tidak semua negara menetapkan kenbijakan Lock down.
Masyarakat sepatutnya taat pada pemerintah yang menetapkan kebijakan "social distancing."Selama dua minggu ini kita semua membatasi diri hadir dalam kerumunan, dan belajar, bekerja dari rumah. Himbauan beribadah di rumah sepatutnya juga dipahami sebagai strategi bersama memutus rantai peyebaran Virus Corona.
Kebijakan social Distancing ini tidak perlu diperbatkan, yang diperlukan saat ini adalah komitmen kita bersama untuk menerapkannya. Bisa saja kebijakan itu meningkat menjadi "Lockdown"isolasi kota atau negara untuk memutus rantai penyebaran Corona, tapi hingga saat ini pemerintah belum menetapkannya. Kita tidak perlu berandai-andai, apalagi jika kita belum memikirkan cara-cara jitu melawan Virus Corona.
Bukan saat yang tepat, berdebat untuk meneguhkan siapa yang lebih baik, lebih benar, punya formula paling ampuh memerangi Virus Corona. Apalagi jika debat itu hanya sampai ditataran konsep tanpa kerja nyata.
Kita getol membahas bagaimana mendekatkan jurang yang miskin dan kaya di negeri ini, tapi ketika harus kerja bersama untuk mengentaskan kemiskinan, gairah kerja kita tidak berkobar-kobar seperti ketika berdebat untuk membungkam lawan bicara.
Perdebatan mengandaikan adanya pihak yang absolud, sehingga pihak yang absolud itu berhak memaksakan pandangannya untuk diterima. Konsepnya adalah segala-galanya. Ini adalah takabur.
Kita bisa salah, dan orang lain juga bisa salah, karena itu kita perlu belajar untuk saling menajamkan gagasan kita, dan kemudian mencari cara terbaik sementara untuk diterapkan menjawab problemetika bersama.