Lihat ke Halaman Asli

Grassiana Miseri Cordia

Mahasiswa Pascasarjana Undiksha

Pendidikan dan Kekuasaan: Reproduksi Hegemoni Melalui Institusi Pendidikan

Diperbarui: 12 Desember 2024   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sepanjang sejarah, pendidikan telah menjadi arena perebutan kekuasaan yang strategis. Institusi pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai wadah transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk membentuk identitas, nilai, dan pandangan dunia. Analisis kritis terhadap hubungan antara pendidikan dan kekuasaan memungkinkan kita untuk memahami bagaimana kurikulum, metode pengajaran, dan kebijakan pendidikan sering kali mencerminkan kepentingan kelompok-kelompok yang berkuasa. Dengan demikian, kita dapat mengungkap bagaimana kekuasaan membentuk pendidikan dan, sebaliknya, bagaimana pendidikan memperkuat atau menumbangkan kekuasaan.

Pendidikan sebagai Alat Kekuasaan

Dalam perspektif kritis, pendidikan sering dianggap sebagai alat hegemoni, di mana pihak yang berkuasa menggunakan sistem pendidikan untuk mempertahankan dominasi mereka. Teori ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Antonio Gramsci tentang "hegemoni budaya". Menurut Gramsci, penguasa tidak hanya memegang kendali secara fisik, tetapi juga melalui kontrol ideologis. Kurikulum, bahan ajar, dan struktur pendidikan sering kali dirancang untuk merefleksikan nilai-nilai, norma, dan kepentingan kelompok dominan.

Pendidikan sebagai Reproduksi Kekuasaan:

  • Reproduksi Kelas Sosial: Sistem pendidikan seringkali memperkuat stratifikasi sosial dengan menyediakan akses yang tidak setara terhadap pendidikan berkualitas. Kurikulum yang berorientasi pada ujian dan standar yang tinggi seringkali menguntungkan siswa dari keluarga yang memiliki sumber daya lebih, sehingga memperperpetu siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan.
  • Legitimasi Kekuasaan: Pendidikan berperan dalam melegitimasi kekuasaan yang ada dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung status quo. Misalnya, sejarah yang diajarkan di sekolah seringkali menyajikan narasi yang menguntungkan kelompok penguasa dan mengabaikan perspektif kelompok minoritas.
  • Kontrol Ideologis: Melalui kurikulum, buku teks, dan metode pengajaran, penguasa dapat membentuk pandangan dunia siswa sesuai dengan kepentingan mereka. Ideologi dominan kemudian menjadi begitu internalisasi sehingga sulit untuk dipertanyakan.

Pendidikan sebagai Ruang Kontestasi:

  • Resistensi dan Perubahan: Meskipun pendidikan seringkali menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan, namun juga dapat menjadi ruang untuk resistensi dan perubahan. Siswa, guru, dan masyarakat sipil dapat menantang kurikulum yang tidak relevan, metode pengajaran yang otoriter, dan struktur pendidikan yang tidak adil.
  • Pendidikan Transformatif: Pendidikan transformatif bertujuan untuk memberdayakan individu dan masyarakat untuk mengubah kondisi sosial yang tidak adil. Pendidikan ini menekankan pada kritik terhadap status quo, pengembangan kesadaran kritis, dan partisipasi aktif dalam perubahan sosial.

Implikasi untuk Pendidikan:

  • Demokratisasi Pendidikan: Pendidikan harus menjadi ruang publik di mana berbagai perspektif dapat didengar dan dihargai. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mencerminkan keragaman budaya.
  • Penguatan Kritis: Siswa perlu dilatih untuk berpikir kritis, menganalisis informasi secara mendalam, dan mempertanyakan asumsi yang ada.
  • Partisipasi Masyarakat: Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pendidikan, sehingga pendidikan dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Sebagai contoh:

  1. Penyeragaman Kurikulum: Negara sering menentukan kurikulum nasional yang mengabaikan keanekaragaman budaya lokal. Hal ini menciptakan homogenisasi pandangan dunia yang menguntungkan kepentingan tertentu.
  2. Penghapusan Identitas Lokal: Pendidikan dapat digunakan untuk menyingkirkan atau meminggirkan bahasa, tradisi, dan nilai-nilai lokal demi penyeragaman nasional atau global.

Foucault: Pendidikan dan Disiplin Kekuasaan

Michel Foucault, seorang filsuf Perancis, menawarkan perspektif yang sangat menarik tentang hubungan antara pendidikan dan kekuasaan. Foucault dalam karyanya,  "Discipline and Punish", menggambarkan bagaimana institusi, termasuk pendidikan, berperan dalam membentuk individu dan masyarakat melalui mekanisme disiplin.

  • Disiplin sebagai Teknologi Kekuasaan: Foucault mengajak kita untuk melihat disiplin bukan hanya sebagai tindakan menghukum yang melibatkan kekerasan fisik, melainkan sebagai suatu sistem yang lebih kompleks dan terstruktur. Disiplin, menurut Foucault, adalah teknologi kekuasaan yang bekerja secara halus, membentuk tubuh, pikiran, dan perilaku individu.. Dalam konteks pendidikan, disiplin bekerja melalui:

    • Jadwal: Pembagian waktu yang ketat, bel istirahat, dan jam pelajaran menciptakan rutinitas yang mengendalikan tubuh dan pikiran siswa.
    • Pengawasan: Ruang kelas, tata letak bangku, dan cara guru mengawasi siswa dirancang untuk memaksimalkan pengawasan dan meminimalkan tindakan yang tidak diinginkan.
    • Klasifikasi: Siswa dikelompokkan berdasarkan prestasi, perilaku, atau karakteristik lainnya, menciptakan hierarki dan persaingan.
    • Normalisasi: Melalui ujian, penilaian, dan perbandingan, siswa didorong untuk mencapai standar yang telah ditentukan, menciptakan norma-norma perilaku yang diharapkan.
  • Pendidikan sebagai Produksi Subjek: Pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk subjek yang patuh, produktif, dan dapat diatur. Melalui proses disiplin, individu dibentuk untuk menjadi warga negara yang baik, pekerja yang produktif, dan konsumen yang rasional.
  • Pengetahuan sebagai Kekuasaan: Foucault juga menunjukkan bagaimana pengetahuan itu sendiri adalah bentuk kekuasaan. Kurikulum sekolah, buku teks, dan cara guru mengajar mencerminkan nilai-nilai dan kepentingan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga memproduksi kebenaran yang menguntungkan kelompok tertentu.

Implikasi untuk Pendidikan

Pemahaman tentang pandangan Foucault dapat membantu kita:

  • Menganalisis kurikulum: Menilai sejauh mana kurikulum mencerminkan kepentingan kelompok tertentu dan apakah ia mempromosikan pemikiran kritis.
  • Mengevaluasi metode pengajaran: Melihat bagaimana metode pengajaran dapat memperkuat atau menantang kekuasaan.
  • Memperhatikan struktur sekolah: Mengidentifikasi bagaimana tata letak fisik sekolah, jadwal, dan aturan-aturan sekolah dapat mempengaruhi perilaku siswa.
  • Menyadari pentingnya resistensi: Memahami bahwa siswa memiliki kemampuan untuk menantang dan mengubah sistem pendidikan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline