- Hubungan ketertiban dengan kepastian hukum
Menurut aristoteles Manusia merupakan zoon politicon artinya bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang pada dasarnya suka bermasyarakat selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi satu sama lain didalamnya, pada proses interaksi sosial ini setiap individu tentunya memiliki kepentingan yang berbeda. Dari kepentingan yang berbeda menimbulkan benturan konflik. Oleh karena itu, agar tidak terjadi benturan konflik yang berakibat merugikan individu lain maka dibentuklah hukum untuk mengatur dan menertibkan masyarakat. Sehingga muncul adagium hukum menurut Cisero "Ubi Societas Ibi Ius" artinya dimana ada masyarakat maka disitu ada hukum.
Hukum merupakan kaidah atau aturan yang mengatur mengenai tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat mengikat setiap warga masyarakat, ketentuan itu menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang bersifat mengatur dan memaksa dapat mengendalikan, mencegah, mengikat, memaksa setiap anggota masyarakat, sehingga dapat terciptanya ketertiban kententraman (orde enrust) dan kepastian hukum memuat perintah dan larangan yang dituangkan dalam bentuk tertulis, Jika dilanggar akan disanksi tegas. Tujuan hukum ditinjau dari dua segi yaitu dalam arti tradisional dan dalam arti modern. Tujuan hukum dalam arti tradisional yaitu untuk mengatur dan memelihara ketertiban dan keadilan. Tujuan hukum menurut :
(a) Aristoteles : Untuk mewujudkan keadilan
(b) Van Kan : Menjamin kepastian dalam pergaulan manusia
(c) Van Apeldoorn : mengatur tata tertib masyarakat secara adil dan damai
(d) Roscoe Pound : sebagai alat untuk membangun masyarakat.
Ketertiban merupakan tujuan yang sangat fundamental, tanpa terselenggara ketertiban terlebih dahulu maka tidak dapat mencapai tujuan hukum yang lain. Untuk menciptakan ketertiban dimasyarakat maka harus terselenggara kepastian hukum terlebih dahulu yaitu wujud hukum secara nyata dalam bentuk tertulis. Kepastian hukum ini dapat ditempuh melalui sistim kodifikasi ataupun jurisprudensi. Kepastian hukum merupakan implementasi dari asas legalitas yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP, yaitu bahwa segala perbuatan dapat dihukum apabila terdapat peraturan yang mengaturnya terlebih dahulu.
Kodifikasi merupakan suatu usaha untuk menyusun dalam bentuk yang sistematis dan teratur atas kaedah hukum yang tercerai berai dalam masyarakat. Dengan adanya kodifikasi maka akan membawa pembaharuan hukum, Unifikasi hukum dan Kepastian hukum serta akan membatasi kekuasaan sewenanng-wenang dari penguasa. Tujuan hukum tradisional ini bersifat abstrak, karena masih mengandung dunia cita-cita, yaitu keadilan. Sementara, tujuan hukum dalam arti modern, bahwa selain untuk ketertiban dan keadilan hukum juga berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat bersifat konkrit yang secara nyata dapat direalisir di dalam masyarakat yang modern.
Apabila hukum dilanggar maka Negara Berhak Menghukum dengan dasar menurut beberapa teori, diantaranya:
- Teori kedaulatan tuhan, bahwa negara merupakan wakil tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban di dunia. Para pelanggar ketertiban perlu memperoleh hukuman agar ketertiban hukum tetap terjamin.
- Teori perjanjian masyarakat, bahwa manusia itu sendiri menghendaki adanya kedamaian dan ketentraman di masyarakat, mereka telah berjanji untuk mentaati segala ketentuan yang dibuat oleh negara yang telah diberi kuasa. Untuk itu apabila ada yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, maka negara berhak untuk menghukum pelanggar ketertiban.
- Teori kedaulatan negara, bahwa karena negara yang berdaulat menciptakan hukum, maka hanya negara itu sendiri yang bergerak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat.
- Teori kedaulatan hukum, bahwa hukum itu bersifat mengikat bukan karena dikehendaki oleh negara namun lebih dikarenakan kesadaran hukum dari masyarkat itu sendiri.
Hubungan hukum dengan kekuasaan
- Hubungan hukum dengan kekuasaan merupakan salah satu ruanglingkup dari filsafat hukum, filsafat hukum menurut Mochtar kusumaatmadja merupakan salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari hakekat hukum. Hakekat hukum berdasarkan Aliran Postivisme, bahwa hukum merupakan perintah penguasa atau kehendak negara. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hukum dengan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat tidak dapat dipisahkan.
- Hubungan hukum dan kekuasaan dirumuskan dalam slogan, sebagaimana dikemukan oleh Blaise Plascal yaitu "Hukum tanpa kekuasaan adalah anganangan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman (kedzaliman)." Kemudian di Indonesia pendapat ini diadopsi oleh prof muchtar kusumaatmadja Hubungan hukum dan kekuasaan terjadi karena hukum pada dasarnya bersifat memaksa, dan kekuasaan dipergunakan untuk mendukung hukum agar ditaati oleh anggota masyarakat.
- Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka semakin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan untuk melaksanakan hukum Hukum dan Kekuasaan. Bahwa dalam penerapannya, hukum memerlukan kekuasaan untuk mendukungnya. Ini merupakan ciri utama yang membedakan antara norma hukum dengan normanorma sosial lainnya dan norma agama. Hukum itu sendiri sebenarnya adalah kekuasaan, dimana hukum merupakan salah satu sumber dari pada kekuasaan di samping sumber-sumber lainnya seperti kekuatan (fisik dan ekonomi, kewibawaan, intelegensia dan moral). Selain itu, hukum pun merupakan pembatas bagi kekuasaan, karena kekuasaan cenderung untuk diselewengkan (power tend to corrupt).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H