Tahukah kamu bagaimana perubahan sistem penanggalan kita hingga menggunakan sistem penanggalan Internasional Gregorian? Yap, dahulu orang Indonesia pasti memiliki sistem penanggalan sendiri.Â
Termasuk orang Jawa yang memiliki sistem penanggalan warisan nenek moyangnya. Dalam praktiknya, meskipun sudah tidak digunakan secara nasional, namun masih banyak orang jawa yang percaya dengan penanggalan kuno ini, atau yang disebut Neptu Jawa.
Lalu, bagaimana sejarah penanggalan Neptu Jawa hingga peralihannya menggunakan penanggalan Gregorian? Simak penjelasannya berikut ini untuk mengetahui bagaimana perubahan penanggalan tersebut bisa terjadi:
Sejarah Penanggalan Neptu Jawa
Penanggalan Neptu Jawa adalah sistem penanggalan tradisional yang digunakan di Jawa, Indonesia.Â
Sistem ini didasarkan pada perhitungan matematika yang kompleks, yang melibatkan siklus-siklus tertentu dan perhitungan berdasarkan peredaran planet dalam astrologi Jawa.
Sejarah penanggalan Neptu Jawa berasal dari warisan kebudayaan Jawa kuno yang kaya. Sistem penanggalan ini telah digunakan sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Jawa, dan kemudian berkembang menjadi sistem yang lebih kompleks dengan pengaruh Islam.Â
Penanggalan Neptu Jawa juga terkait erat dengan kepercayaan dan astrologi Jawa, yang memandang bahwa setiap hari dalam penanggalan memiliki kekuatan atau energi yang berbeda.
Penanggalan Neptu Jawa menggunakan siklus lima hari, yang dikenal sebagai "Pasaran" dalam bahasa Jawa. Ada lima Pasaran dalam siklus tersebut, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.Â
Selain itu, sistem ini juga memperhitungkan pengaruh dari tujuh planet dalam astrologi Jawa, yaitu Matahari, Bulan, Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, dan Saturnus. Setiap planet memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap Pasaran.
Sistem penanggalan ini juga terkait dengan penanggalan bulan dalam kalender Jawa. Kalender Jawa menggunakan siklus bulan purnama sebagai acuan, yang biasanya terdiri dari 30 hari.Â