Lihat ke Halaman Asli

Toleransi Antar Agama di Era Majapahit: Fondasi Keberagaman Nusantara Era Majapahi

Diperbarui: 30 November 2024   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

     Toleransi Antar Agama di Era Majapahit

Judul : Sebuah Teladan dari Masa Lalu

            Kerajaan Majapahit, yang berdiri pada abad ke-13 hingga ke-15, adalah salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Selain dikenal dengan kekuatan politik dan ekonominya, Majapahit juga menjadi contoh bagaimana keberagaman agama dapat hidup harmonis. 

             Di tengah masyarakat multikultural yang mengadopsi Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal, toleransi menjadi landasan utama yang menjaga stabilitas sosial. Artikel ini membahas bagaimana toleransi antaragama di era Majapahit terbentuk, diterapkan, dan menjadi pelajaran bagi kehidupan masa kini.

1. KeberagamanAgama di Majapahit

         Pada masa Majapahit, agama Hindu dan Buddha menjadi kepercayaan dominan, terutama di kalangan bangsawan dan elite kerajaan. Di sisi lain, masyarakat biasa juga mempraktikkan kepercayaan lokal seperti animisme dan dinamisme. Kehadiran berbagai kepercayaan ini tidak menimbulkan konflik, melainkan memunculkan akulturasi yang harmonis.

        Bukti toleransi ini tercermin dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular, yang memperkenalkan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Kalimat ini, yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu," menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan ajaran antara Hindu dan Buddha, kedua agama ini bisa hidup berdampingan dengan damai.

2. Praktik Toleransi di Majapahit

 Toleransi di Majapahit tidak hanya menjadi ide, tetapi juga terlihat dalam praktik nyata:

  •   Kebijakan Pemimpin: Raja Hayam Wuruk dan para pemimpin lainnya mendukung kebebasan beragama. Mereka melibatkan tokoh agama dari berbagai kepercayaan dalam pemerintahan dan upacara kerajaan.
  •  Interaksi Sosial: Masyarakat Majapahit menjalankan ritual keagamaan yang sering kali menggabungkan elemen-elemen dari Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal.
  • Arsitektur Candi: Banyak candi yang dibangun dengan perpaduan simbolisme Hindu dan Buddha, seperti Candi Jawi dan Candi Jago. Relief dan patung di candi-candi ini menggambarkan keberadaan dewa-dewa Hindu di samping Buddha.

3. Sinkretisme dalam Seni dan Budaya

Toleransi di Majapahit juga tercermin dalam seni dan budaya. Seni pahat, sastra, dan upacara keagamaan menjadi medium untuk menyebarkan pesan toleransi.

  • Karya Sastra: Kakawin Sutasoma mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan menciptakan harmoni.
  • Seni Pahat: Patung dan relief di candi Majapahit sering menggambarkan simbolisme dari berbagai kepercayaan, menunjukkan penghormatan terhadap semua agama yang ada.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline