Lihat ke Halaman Asli

Prolog

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Biasanya sinar matahari akan bersinar terang dihatinya, tapi kali ini tidak lagi.

Tak ada lagi sinar, senyuman, dan penerangan dihatinya. Sepertinya ia sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Kecuali rasa sakit dihatinya. Ia bisa merasakannya. Sangat sakit sekali

Sebelah tangannya terangkat memegang pegangan jembatan besi yang dingin membeku. Kepalanya menunduk. Sementara tangan yang satu lagi menutupi mulutnya agar ia  berhenti terisak. Memikirkan kembali apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Penyakit itu datang setelah ia sudah menemukan orang yang tepat dalam hidupnya. Orang yang terpenting dalam hidupnya. Jiwa raganya.

Ia mencoba untuk bertahan, namun hal itu sia-sia. Semakin lama ia bertahan, semakin pula ia akan menjauh dan akan menghilang. Kalau boleh jujur, ia selalu ingin bisa melihat dirinya lebih lama lagi. Melihat dirinya hidup dengan senyuman lebih lama lagi. Satu kali saja. Kali ini saja. Ia ingin melihatnya.

Matanya menatap kosong.

Air matanya turun kembali. Memikirkan kata-kata itu.

Kapan rasa sakit ini akan hilang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline