Indonesia merupakan negara yang penuh akan sumber daya alam yang melimpah. Oleh karena itu, negara Indonesia banyak menjadi incaran negara-negara lain untuk diambil sumber daya alam-nya. Terlebih lagi pada masa perang, dan itulah yang dilakukan oleh Jepang. Pada perang dunia ke-2, Jepang memiliki ambisi untuk menguasai dunia dan menunjukkan kepada dunia bahwa mereka layak untuk berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
Jepang mulai menyusun strateginya untuk menguasai dunia dimulai dengan bagian Asia Tenggara karena daerah tersebut kaya akan sumber daya alam dan juga sumber daya manusia yang akan membantu Jepang dalam menjalankan rencananya dan juga membangkitkan kembali negara Jepang akibat krisis ekonomi. Jepang mulai menyerang pangkalan militer Amerika Serikat yaitu Pearl Harbour yang berada pada kawasan Pasifik yang berperan dalam melindungi kawasan Asia Tenggara. Dengan hancurnya perlindungan Asia Tenggara, Jepang mulai menyebarkan pengaruhnya pada wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jepang menyebarkan propaganda dengan tujuan untuk menarik perhatian rakyat Indonesia agar mau berpihak kepada Jepang dalam melawan sekutu (Ishak, 2012, 3-11).
Kedatangan Jepang membawa perubahan yang signifikan bagi Indonesia pada bidang ekonomi, pendidikan, politik, militer, sosial, dan budaya. Jepang juga mulai membentuk organisasi-organisasi yang akan menguntungkan Jepang yang bertujuan untuk mengambil simpati dari rakyat Indonesia dan juga mempersiapkan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam perang seperti Gerakan 3A, PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian jawa), PETA (Pembela Tanah Air), Majelis Islam A'la Indonesia dan Masyumi. Seiring berjalannya waktu, Jepang mulai menunjukkan muka aslinya kepada rakyat Indonesia dengan melakukan penindasan seperti pada romusha yang dikatakan kegiatan "sukarela" yang nyatanya malah memaksa rakyat untuk bekerja tanpa henti dan juga membatasi rakyat Indonesia dalam berbagai hal seperti mengobarkan bendera merah putih. Hal ini tentunya membuat rakyat Indonesia merasa tidak terima sehingga mulai melakukan pemberontakan melawan Jepang untuk meraih kebebasan, seperti:
Perlawanan Cot Plieng (1942)
Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Hal ini dikarenakan tentara Jepang membakar masjid sehingga mengakibatkan rakyat tewas hanya karena rakyat menolak untuk menyembah kaisar Jepang. Perlawanan berhasil dipadamkan pada 13 November 1942 karena rewasnya Tengku Abdul Jalil dalam perlawanan.
Perlawanan Daerah Indramayu (1943)
Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan yang dilakukan karena rakyat yang sudah tidak tahan menghadapi perlakuan Jepang yang kejam terhadap rakyat. Perlawanan ini tetap berhasil dipadamkan oleh Jepang.
Perlawanan Daerah Sukamanah, Tasikmalaya (1943)
Perlawanan yang dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa ini berhasil membunuh kaki tangan dari Jepang, namun Jepang kembali membalaskan perbuatan tersebut dengan melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.
Perlawanan PETA (1945)
Perlawanan yang dipimpin oleh Supriyadi (putra dari bupati Blitar) dilakukan pada 14 Februari 1945. Perlawanan berhasil memukul mundur tentara Jepang karena ketidaksiapan Jepang menerima serangan tersebut, tetapi akhirnya Jepang dapat melawan kembali dikarenakan persenjataan yang lebih canggih. Jepang menyuruh rakyat untuk menyerah, namun Supriyadi dan setengah dari pasukannya tetap menyerang. Serangan tersebut tentunya gagal dikarenakan perencanaan yang kurang matang dan sebagian besar rakyat yang tidak mendukung perlawanan tersebut.