Lihat ke Halaman Asli

Ulang Tahun, Lilin, dan Kebersikukuhan Ceu Zahra

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1400826929537438437

[caption id="attachment_337886" align="aligncenter" width="480" caption="kue ultah ceu zahra"][/caption]

Beruntung, tanggal ulang tahun saya sama anak sulung saya, ceu Zahra, selisih dua hari, bulannya tentu sama. Jadi kalo merayakan ulang tahun, merayakannya bisa barengan, he he prinsip ekonomi banget ya, ngiiiirriiit he he he

Ada yang unik pada perayaan potong kue tahun ini, coba cermati, ga ada lilinnya kan.....???? he he he pasti ada yang ga ngeuh kalo ga ada lilinnya, kalo baru ngeuh, rapopo woles ajah ;)

Masbro/mbakbro, ada cerita unik dibalik itu semua. Ceu Zahra, anak sulung saya, disekolah TK_nya kerapkali merayakan ulang tahun teman_temannya yang lain. Menurut guru disekolahnya, merayakan ulang tahun itu tidak apa_apa sebagai wujud syukur berbagi keceriaan bersama. Jika adanya kue, maka dirayakan dengan memotong kue, kenapa dipotong ya karena kalo tidak dipotong itu kue tdk bisa dimakan. Jika yang adanya tumpeng, ya yang dipotong tumpeng. Perayaannya dengan berdo'a bersama bagi yg ulang tahun, kemudian makan bersama. Hanya saja, di kue ataupun tumpeng itu, tidak akan pernah ditemukan lilin yang menyala, kemudian ada seremonial tiup lilin, kenapa??? Karena tidak ada penjelasan logis apapun pada saat ulang tahun ada korelasi penting untuk tiup lilin. Hal itulah yang tertancap kuat dibenak anak saya, sampai pada saat si mbak penjaga toko bakery memberikan lilin karena dia tahu yg dipesan istri dan anak saya adalah kue ulang tahun, anak saya bilang: "umi, lilinnya nanti buat mati lampu aja...".
Ketika saya coba iseng mau pasang lilin itu di kue ulang tahun, dia dengan tegas bilang kesaya: "abi, sekarang kan lampunya nyala, kenapa harus nyalain lilin".
Kebersikukuhan ceu zahra itu yg membuat saya berfikir ulang, lantas kenapa banyak kebiasaan dalam hidup saya sendiri yg jelas_jelas ngga berdasar tapi terus saja dilakukan dengan dalih 'kebiasaan dari sononya'. Satu lagi pelajaran hidup yg saya peroleh dari ceu Zahra anak saya. Haturnuhun ceu Zahra, mugia janten murangkalih nu sholehah, seungit ngahiliwir nyambuang kamana_mana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline