24 Mei 2013 menjadi hari terakhir Andrea Stramaccioni di Internazionale. Website resmi Inter merilis berita yang cukup jelas: “Walter Mazzarri is the new coach of Inter. The club thanks Andrea Stramaccioni for his efforts.” Well, pelatih muda yang pernah membawa tim Primavera Inter menjuarai NextGen Series itu resmi digantikan oleh Walter Mazzarri, eks arsitek Napoli.
Tentu, Interisti masih ingat 26 Maret tahun lalu, ketika Stramaccioni naik pangkat menjadi pelatih tim senior Inter sekaligus mengakhiri kiprah Claudio Ranieri di Nerazzurri. Harapan besar pun digantungkan kepada Stramaccioni, namun waktu pun berbicara, ketika ia akhirnya juga harus terdepak dari kursi pelatih Inter.
Jika mengesampingkan berbagai masalah yang menimpa Inter pada musim ini, yang memang menjadi “tahun yang cukup sulit”, keputusan Massimo Moratti mengakhiri kerjasama dengan Andrea Stamaccioni memang tak bisa disalahkan. Rasio kemenangan Inter di tangan pelatih berusia 37 tahun memang tak lebih baik dari Claudio Ranieri, hanya meraih 47,69 persen kemenangan serta raihan rata-rata 1,51 poin per pertandingan. Bandingkan dengan Ranieri, yang mencatat rasio kemenangan 48,5 dan rataan 1,6o poin per pertandingan. Namun, meski kariernya di Inter telah berakhir, setidaknya ada beberapa catatan yang membuat Interisti patut berterimakasih kepada Andrea Stramaccioni.
Awalnya, Massimo Moratti memang tak salah saat menaikkan Andrea Stramaccioni dari pelatih tim primavera menjadi pelatih tim senior untuk menggantikan Claudio Ranieri. Pada awal penunjukkannya, website resmi Inter menulis: “the club wishes Andrea Stramaccioni the best of luck.” Tidak ada harapan muluk, hanya the best of luck.
Namun, setelah Inter melakoni 65 pertandingan di tangan Stramaccioni, kariernya pun usai. Jika melihat statistik yang ada, Stramaccioni dapat dikatakan telah mengemban tugasnya dengan tak begitu buruk dan telah mencoba memperbaiki performa tim di Serie A. Performa Inter di Serie A saat berada dalam kepemimpinan Stramaccioni jauh lebih baik dari Ranieri, dengan mengukir rasio kemenangan mencapai 65,95 persen. Bandingkan dengan Ranieri yang hanya sanggup meraih 46,1 persen kemenangan. Namun tak bisa dipungkiri jika bersama Stramaccioni, Inter juga terlalu sering menerima kekalahan, sehingga rasio kekalahannya pun cukup besar, sekitar 38 persen, tak jauh berbeda dengan pelatih sebelumnya. Stramaccioni bisa dikatakan tidak beruntung, “wishes the best of luck” yang diharapkan Inter kepadanya justru terjadi sebaliknya. Skuad Nerazzurri rontok berjatuhan terkena hantaman cidera, satu per satu pemain masuk ke ruang medis, tak kenal muda atau tua, posisi hingga intensitas permainan. Apes dan jauh dari keberuntungan, itulah Stramaccioni di Inter.
Well, berterimakasih-lah Interisti kepada seorang Stramaccioni atas 424 harinya bersama tim senior Inter. Tak mudah untuk seorang pelatih manapun untuk bermain dengan kondisi tim apa adanya, tak banyak pilihan pemain, mencoba mengangkat moril tim disaat yang cukup sulit. Jangan lupakan pula momen saat Stramacconi mampu mencuri hati Interisti dengan melanjutkan catatan bagusnya yang sebelumnya pernah ia toreh bersama tim primavera, selalu unggul dari Ac Milan. Sebelas duabelas di tim senior Inter, Stramaccioni pun mampu menjaga kota Milan tetap biru hitam, pantang takluk dari rival sekota. Bersama tim senior Inter, Stramaccioni mampu dua kali mempermalukan armada Allegri dan sebuah hasil sama kuat dari tiga kesempatan. Pada awal November 2012, Stramaccioni pun sempat memberi kejutan manis untuk Interisti dengan mempermalukan Juventus didepan pendukungnya sendiri, sekaligus mengakhiri rekor tak terkalahkan mereka. Berterimakasih-lah juga atas komitmennya dalam memberi kesempatan kepada pemain muda Inter untuk melakoni debut bersama tim senior. Samuele Longo, Alfred Duncan, Marco Benassi hingga Lukas Spendlhofer dan Simone Pasa adalah sebagian dari nama-nama muda yang masuk dalam buku catatan sejarah Inter. Terima kasih Stramaccioni !
Pada akhirnya sebuah kutipan dari Julius Cesar, seorang diktator dan juga jenderal Romawi ribuan tahun yang lalu menjadi berharga untuk saat ini, “Experience is the teacher of all things”. Menduduki bangku kepelatihan Inter tanpa memiliki pengalaman di level yang sama, membuat Stramaccioni gagal menunjukkan talentanya seperti yang ia tunjukkan di level junior. Tak sanggup menang dari AS Roma dari tiga kesempatan yang ada merupakan salah satu bukti kecil kurangnya pengalaman sekaligus aib bagi Stramaccioni yang lahir di Roma dan juga besar bersama tim kepelatihan AS Roma. Selain memang berada di masa yang tidak tepat, kurangnya pengalaman juga membuat Inter tak sanggup meraih satu pun poin saat berhadapan dengan Lazio dan bahkan dari Atalanta sekalipun.
Kemenangan besar yang diukir Stramaccioni saat mengarsiteki Inter, yakni ketika menaklukkan Tottenham Hotspurs 4-1 di Liga Eropa justru menjadi akhir keikutsertaan Inter di kompetisi yang sama. Sementara kekalahan terbesar Stramaccioni semasa membesut Inter justru menjadi salam perpisahan yang pahit untuk Interisti. Awal yang manis, namun berakhir pahit, itulah gambaran berikutnya dari Stramaccioni bersama Inter.
“Experience is one thing you can’t get for nothing.” kutipan berharga dari seorang penulis Irlandia, Oscar Wilde. Pengalaman tidak akan pernah hadir secara gratis alias cuma-cuma, tetapi ada harga yang harus dibayar. Itulah yang mungkin harus dipahami oleh seorang Andrea Stramaccioni. Pengalaman tak hanya berarti telah melakukan sebuah pencapaian, namun juga butuh proses belajar atas pengalaman yang telah diraih. Penulis sepakat dengan apa yang diutarakan oleh Massimo Moratti terhadap sosok Stramaccioni, bahwasanya ia mampu menjadi salah satu pelatih terbaik di Italia menilik potensi dan bakat menjanjikan yang dimilikinya. Tentu, pengalaman berada di kursi kepelatihan Inter akan menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran yang cukup mahal untuk pelatih muda yang juga memegang gelar sarjana hukum tersebut.
Setelah melepas seorang pelatih bertalenta, rupanya Massimo Moratti paham jika Inter membutuhkan lebih dari sekedar seorang pelatih bertalenta, yakni pun ia yang berpengalaman. Atas dasar itulah, kemudian ia menunjuk seorang pelatih berusia 51 tahun yang sarat akan pengalaman menjadi pelatih anyar Internazionale. Selamat datang Walter Mazzari, Terima kasih Andrea Stramaccioni !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H