50 Eksemplar koran masih dalam dekapannya. Belasan tahun menjadi loper koran, baru kali ini Son, pemuda 27 tahun, ragu dan takut meneriakkan headline atau berita hangat lainnya.
Son berdiri di tepi jalan. Udara masih sejuk. Pemuda penyandang disabilitas ini, terlihat rapi mengenakan kaos oblong dipadu celana panjang jeans dan sepatu kets. Serba hitam.
Namun ia nampak tak tenang. Bola matanya, melirik kiri dan kanan. Rupanya Son sedang mengamati motor dan mobil polisi yang hilir mudik di hadapannya.
Di seberang jalan, para pedagang menggelar sayuran dan sembako. Son masih terpaku. 50 eksemplar koran masih dalam dekapannya.
Padahal tempat dia berdiri, di jalan Ahmad Yani, depan Pasar Tingkat, Kota Maumere, bukan tempat yang asing baginya. Setiap hari Son menjual koran di seputaran Pasar Tingkat dan di tepi Jl. Ahmad Yani.
Son ragu dan takut meneriakkan kata Sambo atau berita Sambo, sebab di hadapannya ada mobil dan motor Polres Sikka hilir mudik.
Padahal sejak berangkat dari Kantor Biro Surat Kabar Pos Kupang di Madawat, Son sangat yakin 50 eksemplar koran yang dibawanya ludes terjual.
Bulan lalu di Maumere, ada peristiwa yang cukup menghebohkan. Sekelompok mahasiswa Institut Filsafat dan Teologi (IFTK) Ledalero, diinterogasi dan dibuntuti oleh sejumlah aparat Polres Sikka.
Anggota Polisi ini menduga sekolompok mahasiswa tersebut meneriaki 'Sambo' saat mereka lewat di hadapan para mahasiswanya.
Beberapa jam kemudian, pihak kampus lalu mendatangi Polres Sikka. Kapolres Sikka akhirnya menyatakan permohonan maaf kepada segenap keluarga besar IFTK Ledalero. (kompas.com).