Ketika beberapa waktu lalu viral berita Tukang Es Teh bersama sese"gus" saya jadi teringat sebuah buku kumpulan cerpen. Dalam buku tersebut ada beberapa cerpen yang tokoh utamanya adalah "Gus".
Menurut Wikipedia, pengertian Gus adalah gelar yang populer di kalangan santri di pesantren dan masyarakat tradisional, terutama di Pulau Jawa, Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "gus" adalah nama julukan atau nama panggilan kepada laki-laki. Gelar depan ini bermakna "bagus, tampan, atau pandai".
REVIEW
Judul: Lukisan Kaligrafi (Kumpulan Cerpen)
Penulis: A. Mustofa Bisri
Penerbit: Buku Kompas (PT. Kompas Media Nusantara)
Tahun terbit: September 2003
Cetakan: Ketiga, April 2008
Tebal: x+ 134 halaman
ISBN: 979-709-101-5
Buku ini merupakan kumpulan cerpen A. Mustofa Bisri yang terbit di beberapa media nasional ternama. Lahir di Rembang, 10 Agustus 1944, Dr. K.H. Mustofa Bisri atau Gus Mus selain dikenal sebagai seorang sastrawan, beliau juga merupakan ulama pengajar dan pengasuh Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin, Leteh, Rembang.
Buku Lukisan Kaligrafi memuat 15 cerpen islami menarik. Temanya sederhana dan kerap ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dari ke-15 cerpen tersebut, tiga di antaranya menurutku paling makjleb banget karena banyak ditemui di sekitar kita.
"Gus Jakfar" merupakan cerpen pertama penulis yang dimuat di Kompas, 23 Juni 2002. Bercerita tentang putra seorang kiai besar yang banyak dikagumi oleh santri dan masyarakat sekitar pesantren. Gus Jakfar disebut istimewa karena memiliki kemampuan bisa membaca tanda-tanda serupa ramalan hanya dengan melihat seseorang sekilas saja. Kehebohan dan perubahan sikap Gus Jakfar terjadi setelah beliau menghilang beberapa lama.
"Bidadari itu dibawa Jibril" bercerita tentang Hindun, muslimah taat yang tak segan menegur jika didapatinya seseorang berperilaku tidak sesuai syariat Islam. Julukan Bidadari Tangan Besi disematkan teman-temannya karena Hindun tak pernah lelah menyuarakan penentangan terhadap bid'ah, perbuatan yang menjurus pada hal klenik atau syirik. Bahkan, ia kerap ikut dalam demo-demo yang menuntut penutupan tempat-tempat yang dinilai maksiat. Kisah Hindun berakhir mengenaskan ketika muslimah taat itu mengikuti pengajian aliran yang dianggap irasional oleh masyarakat. Guru pengajiannya mengaku seorang syeikh yang mulutnya dipinjam Malaikat Jibril.
"Mbah Sidiq" cerpen ini berkisah tentang Nasrul yang begitu mengagumi sosok Mbah Sidiq. Bagi Nasrul, Mbah Sidiq adalah seseorang yang sangat alim melebihi kiai manapun dalam hal ilmu dan peribadahan. "Mbah kalau jumatan di Mekkah .... Beliau setiap hari ngobrol dengan Syeikh Abdul Qadir Jailani."
Nasrul kerap membela Mbah Sidiq jika orang-orang mempertanyakan keganjilan dalam diri Mbah Sidiq. Dia akan mencak-mencak ketika orang-orang meragukan dan menyepelekan Mbah Sidiq. Cerpen ini seakan memberikan contoh kesialan orang yang terlalu percaya pada seseorang yang menyembunyikan perilaku busuk dengan dalih agama.
Konflik-konflik dalam buku ini diceritakan dengan gaya bahasa yang ringan. Ceritanya mengalir dan mudah dipahami. Menuliskan potret kehidupan masyarakat yang kental dengan kehidupan pesantren. Meski beberapa terkesan satire, tapi tak membuat tersinggung. Justru mengajak kita merenung dan akhirnya senyum pun tersungging.