Dalam sebuah acara reuni SMA tempak sekelompok wanita sedang asyik mengobrol, semua larut dalam nostalgia masa muda. Keceriaan nampak pada raut wajah mereka ketika mengingat masa-masa sekolah dulu.
Sejak pandemi melanda 2 tahun lalu, acara seperti ini memang lama tidak digelar, baru tahun ini acara kumpul-kumpul bisa bebas terlaksana. Yang namanya reuni tentu saja diisi dengan acara foto bersama, makan dan ngobrol ngalor-ngidul dengan tema random dan receh.
Tapi itulah seninya, bagi mereka yang setiap harinya berkutat dengan rutinitas harian yang membosankan dan melelahkan, acara seperti ini tentu bermanfaat untuk menaikan mood. Tapi yang namanya melibatkan orang banyak biasanya ada saja satu dua orang yang celotehnya justeru membuat suasana menjadi garing.
Misalnya seorang ibu muda sedang asyik bercerita tentang keseruannya mengantar anak mengikuti kelas baby spa tiba-tiba ada yang nyeletuk kalau belum lama anak tetangganya yang masih bayi tewas tenggelam, begitupun ketika ada yang sumringah bercerita tentang kesuksesanya mengikuti program diet, tiba-tiba ada yang berkomentar kemarin saudaranya masuk IGD gara-gara diet.
Nah, dalam bahasa inggris ada istilah yang digunakan untuk melabeli orang-orang yang senang membuat suasana ceria menjadi ambyar seketika dengan istilah party pooper (a person who kill the joy) atau diterjemahkan bebas sebagai perusak suasana. Nah parahnya lagi tanpa kita sadari kita sering terseret menjadi a party pooper.
Mereka yang masuk golongan party pooper ini memang menyebalkan, karena membuat tujuan acara kumpul-kumpul menjadi ajang silaturahmi yang mengakrabkan menjadi hambar.
Mereka yang termasuk golongan party pooper biasanya sangat acuh dengan perasaan orang lain dengan berbicara kelewat batas. Beberapa ciri party pooper yang biasanya melekat antara lain: pertama, suka mengeluh tidak hanya satu hal akantetapi hampir semua hal dikeluhkan misalnya tentang hidangan yang tidak enak, musik yang kurang sesuai dll.
Hal tersebut tentu saja membuat orang-orang di sekitarnya tidak nyaman. Kedua, mengungkit kejadian yang sudah berlalu misalnya tentang perilaku negatif temannya di masa sekolah.
Hal ini tentu saja tidak etis karena bisa menjadi ajang penghakiman dan menggiring acara kumpul menjadi ajang gibah berjamaah. ketiga, merasa dirinya paling benar, misanya jika ada teman yang dengan susah payah meraih sebuah pencapaian maka lisannya selalu gatal untuk meremehkan usaha orang lain. Keempat, suka mengarang cerita bohong.
Para parti pooper ini seringkali melebih-lebihkan keadaan yang dialaminya padahal pada kenyataan sebenarnya sangat jauh berbeda, misalnya membual tentang hobi gonta ganti mobil padahal kesehariannya terlilit banyak hutang.
Kelima, selalu mencari masalah dengan orang lain, seringkali kita menemui type orang yang walaupun sudah di beri "kode" dirinya tidak disukai tetap saja memaksa bergabung dalam obrolan. Tipe orang seperi ini biasanya senang melemparkan candaan yang keterlaluan dengan kata-kata yang tidak pantas sehingga menimbulkan kesan kurang beretika.