Lihat ke Halaman Asli

Gordi SX

TERVERIFIKASI

Pellegrinaggio

Lebih Asyik Jadi Pelajar di Indonesia daripada di Italia

Diperbarui: 9 Agustus 2016   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orangtua, penanggung jawab utama dan pertama dalam pendidikan, orang tua harus ikut mebantu mengerjakan tugas anak, FOTO: mamma.pourfemme.it

 

Hari-hari ini masyarakat Indonesia dan media massa-nya sedang ramai memperbincangkan soal Full Day School. Istilah ini dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru Muhadjir Effendy.

Belum jelas seperti apa konkret pelaksanaannya nanti. Yang jelas sekarang sudah muncul diskusinya. Rencananya nanti siswa sekolah SD dan SMP akan berada di sekolah dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Berarti lama sekolahnya menjadi 10 jam per hari. Ini termasuk waktu istirahat di antara selang waktu pergantian pelajaran dan waktu makan siang.

Kesan saya mendengar berita yang belum selesai ini adalah wah hebat. Belajar 10 jam sehari itu bisa membuat anak-anak kita pintar. Tetapi, bisa juga membuat bosan jika tidak kreatif mengarahkan mereka. Mereka memang sedang butuh diarahkan. Mereka belum bisa mengarahkan diri.

Saya ingat kata-kata seorang dosen kami di kampus di Jakarta dulu tentang waktu belajar ini. Katanya, kalian harus menyediakan waktu belajar pribadi selama 3 jam setiap hari. Ini di luar waktu kuliah di kampus.

Di kampus kami rerata waktu kuliah untuk setiap mahasiswa berbeda. Ada yang hanya 2 mata kuliah sehari dan ada pula yang 3 bahkan maksimal 4 untuk beberapa mahasiswa. Jadi, rentang waktunya dari 180 menit (3 jam) sampai 270 menit (4,5 jam) untuk setiap mahasiswa.

Kalau ditambah waktu studi pribadi menjadi 6 jam sampai 7,5 jam sehari. Durasi belajar ini lebih rendah tentunya dari jam belajar anak SD dan SMP tadi. Saya kadang tidak berhasil menyediakan waktu studi pribadi 3 jam sehari. Kalau sibuk dengan kegiatan lainnya, saya tangguhkan sehingga hanya 1,5 jam sampai 2,5 jam saja dalam sehari. Utang waktunya harus ditutup pada jam belajar hari lainnya.

Menanggapi rencana Mendikbud ini memang menarik. Idenya cemerlang tetapi butuh ide cemerlang juga untuk menerapkannya. Sampai saat ini pun banyak tanggapan pro dan kontra di internet. Saya juga mau menaggapinya. Tetapi, karena saya bukan pakar pendidikan dan tidak juga pengamat pendidikan, saya hanya menanggapinya dengan gaya saya sendiri.

Saya membandingkan dengan jam belajar anak-anak SD-SMA di Italia. Khususnya lagi jam belajar di luar sekolah. Bukan termasuk jam sekolah yang mungkin nanti akan saya bahas dalam tulisan berikutnya. Jadi, untuk meringkasnya, bisa diajukan pertanyaan ini, apa yang dibuat oleh pelajar SD-SMA di Italia saat liburan? Tulisan ini ingin menjawab pertanyaan ini.

Perlu diketahui lebih dulu bahwa Italia termasuk negara dengan waktu liburan sekolah terpanjang di Eropa dan di dunia. Eropa dengan sistem iklim 4 musimnya turut memengaruhi waktu liburan para pelajar. Dalam setahun, pelajar Italia menikmati liburan selama 13 minggu. Dari Juni sampai September. Kalau sebulan dibagi 4 minggu, maka waktu liburan menjadi 3 bulan plus 1 minggu.

Dalam tataran Eropa, Italia tidak sendiri. Masih ada Turki, Litunia dan beberapa negara lainnya. Setelah Italia, ada Yunani dan Portugal yang memiliki waktu liburan sekolah 12 minggu. Lalu, ada Hongaria dan Kroasia dengan 9 minggu. Indonesia paling-paling hanya 1 bulan. Zaman saya dulu ada 1 bulan liburan panjang plus liburan pendek menjelang Natal-Tahun baru dan permulaan Ramadhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline