Kalau orang kaya di Jakarta suka ke puncak untuk menghindari panasnya Jakarta, orang Italia malah mencari rumah untuk musim panas. Orang Jakarta mencari yang dingin, orang Italia mencari yang panas.
Keduanya memang beda. Perbedaan itulah yang saya lihat pertama kali dua tahun lalu. Saat itu, saya bersama dua sahabat pergi ke gunung di luar kota Parma. Tak disangka, kami masuk rumah seorang keluarga kakek dan nenek. Di sana mereka tinggal selama 3 bulan yakni saat musim panas. Rumah yang berupa kastel (castello) kecil ini rupanya menjadi rumah kedua mereka.
“Kalau musim panas, kami tinggal di sini. Selebihnya tinggal di Parma,” jawab sang Kakek dari meja kantornya saat saya tanya. Mereka memang hanya tinggal sebentar saja di sini. Setelahnya rumah ini ditutup.
Hebat ya, punya rumah juga untuk musim panas. Rumah seperti inilah yang kami kunjungi saat kami datang 3 jam perjalanan dari kota Parma kemarin. Tiga dari kami berempat yang datang, harus tinggal di Molveno, Trentio untuk membersihkan rumah musim panas ini. Setelah berpamitan dengan sahabat kami, sang sopir, yang kembali ke Parma, kami mulai beraksi.
Mulai dari membereskan makanan yang kami bawa. Kami mengatur semua jenis makanan yang akan kami gunakan selama 2 minggu di sini. Kulkas dan pendingin lainnya dinyalakan, dapur-dapur dibersihkan, kamar makan, dan semua ruang di lantai dasar rumah berlantai empat ini.
Pekerjaan ini memang memakan waktu. Tetapi, dengan tenaga kami bertiga plus dua sahabat kami yang bekerja di bagian luar rumah seperti taman, pekerjaan ini selesai dalam 2 hari.
Rumah ini tidak ditinggali selama 9 bulan. Jadi, selama musim panas yang lamanya 3 bulan saja rumah ini berfungsi. Itulah sebabnya, debunya bertebaran di mana-mana. Di langit-langit setiap ruangan selalu ada jaring laba-laba dan tumpukan debu. Inilah yang kami bersihkan terlebih dahulu sebelum membersihkan dinding, kaca, meja-kursi, dan tempat tidur.
Pekerjaan kami berjaring seperti jaring laba-laba ini. Jaring laba-laba selalu berhubungan satu dengan lainnya. Jaringan itu membentuk lingkaran. Lingkaran itulah yang juga menjadi model pekerjaan kami. Dari langit-langit ke dinging lalu ke lantai. Belum selesai bagian langit, bagian dinding minta dibersihkan, demikian selanjutnya untuk bagian lantai dan perabot dalam ruangan.
Cara termudah untuk memutus rantai jaringan laba-laba adalah memutuskan salah satu talinya. Kami juga menggunakan sistem ini dalam pekerjaan sederhana ini. Mematok bagian per bagian. Maka, sahabat saya mulai dengan membersihkan bagian langit-langit dan dinding. Saya memerhatikan bagian berikutnya yakni bagian kaca jendela dan lantai. Lalu, sahabat saya berikutnya membersihkan tempat tidur dan menyiapkan perlengkapan tidur di setiap kamar. Kamar mandi juga demikian. Dibersihkan dari bagian langit-langit lalu ke dinding, lantai, dan kloset.
Cara ini mudah dan praktis. Meski dibagi per bagian, kami membuat pekerjaan ini menjadi pekerjaan bersama. Bukan pekerjaan per bagian. Ketika sahabat saya yang pertama selesai, dia siap membantu membereskan bagian lainnya yang belum selesai. Memang pekerjaan seharusnya seperti ini kali ya. Dari sini memang ada manfaatnya yakni kita meraba semua jenis pekerjaan. Saya yang hanya bagian kaca dan lantai jadi tahu juga bagian langit-langit, tempat tidur, dan kamar mandi.
Pekerjaan seperti ini memang sudah saya lakoni kala menjadi pekerja musiman di salah satu hotel internasional di bilangan puncak, Gadog-Cipayung, Bogor, Jawa Barat tahun 2007-2008 yang lalu. Hotel itu kiranya masih eksis sampai sekarang. Disebut internasional karena tamunya mayoritas bule asing. Dari Belanda, Jerman, Meksiko, Inggris, Amerika Serikat, Singapura, dan sebagainya. Pemilik hotel GG House ini memang mempunya relasi di beberapa negara ini.