[caption caption="ilustrasi ruang tunggu di stasiun"][/caption]Judul ini mungkin berlebihan, tetapi baiklah jika dibiarkan begitu saja. Jangan menghakimi sebelum paham maksudnya. Sebab, menghakimi tanpa dasar yang jelas sama saja dengan menganggap diri benar. Maka, lebih baik bertanya dulu, benarkah demikian? Kok bisa? Apa alasannya? Jangan-jangan ini hanya karangan penulis saja?
Tulisan ini masih terkait dengan tulisan kemarin. Saya sedang berada di ruang tunggu. Satu hal yang menjadi pusat perhatian saya adalah layar pemberitahuan nomor antrian. Di sinilah mata saja selalu tertuju sebab angkanya berubah hampir setiap menit. Meski jadi pusat, sebenarnya ada hal menarik lainnya yang saya lihat yakni monitor TV yang ada di sampingnya. Saya bertanya-tanya kok ada layar TV tetapi tidak ada berita, film, lagu, dan sebagainya dari saluran TV?
Saya perhatikan hampir 30 menit dan tidak ada saluran TV. Yang ada hanya iklan terdidik. Mengapa iklan terdidik? Saya menilainya demikian sebab di situ ada pendidikan. Di kantor di mana saya berada kemarin ada pendidikan kesehatan. Di situ dijelaskan misalnya tentang bahaya merokok. Dan satu kalimat ganas yang langsung menunjuk perokok adalah demikian, merokok adalah membunuh. Di bawah tulisan ini ada gambar paru-paru yang terbakar, penuh asap. Pemirsa iklan ini yang tidak lain adalah pengunjung di kantor ini kiranya tahu dan paham maksud iklan ini.
Selain iklan ini, ada juga pendidikan tentang cara membuat dan memperbarui kartu kesehatan. Ini kiranya amat dibutuhkan oleh pengunjung. Di situ disediakan informasi yang dibutuhkan. Dokumen apa saja yang perlu dibawa, bagaimana tata cara pembuatannya, bahkan berapa uang yang disiapkan. Kadang-kadang untuk angka uangnya bisa juga hanya tertera keterangan, silakan menghubungi kantor pos. Di sana akan ada formulir yang harus diisi, lalu dikirimkan lewat kantor pos, dan kemudian harus membayar biaya pengiriman dan biaya formulir.
Untuk tata cara ini memang sudah familiar di Italia. Hampir semua pembayaran khususnya yang manual lewat kantor pos. Biaya listrik, air, pembaruan dokumen identitas, kartu kesehatan, kartu izin tinggal, dan sebagainya. Masyarakat sudah tahu semua tentang ini. Masyarakat tidak direpotkan dengan soal ini. Tinggal membayar saja. Di sini ada manfaat yang lebih yakni kerja sama antara berbagai instansi dengan kantor pos negara. Kecuali untuk mereka yang membayar melalui nomor rekening.
Iklan terdidik seperti ini muncul juga di berbagai ruang tunggu kantor pelayanan publik lainnya. Di kantor urusan imigrasi misalnya. Di sana ada layar TV besar, berisi iklan terdidik. Bagaimana cara mengurus kartu izin tinggal mulai dari dokumen yang disediakan, mengambil formulir di kantor pos berikut cara pengisian formulir, membayar di kantor pos, mengambil surat keterangan pembayaran sampai pada membuat janji dengan petugas di kantor imigrasi. Janji di sini maksudnya, kapan kita bisa memulai prosesnya di kantor imigrasi, kapan kita bisa ambil kartunya, dan sebagainya.
Iklan seperti ini kiranya mudah dimengerti oleh pengunjung. Ditampilkan dalam berbagai bahasa, Italia, Inggris, Spanyol, Prancis, Arab, Cina, dan Polandia. Pengunjung juga kiranya terbantu dengan penjelasan ini. Uniknya lagi kalau pengunjung belum paham, petugas imigrasi akan memberikan penjelasan secara detail. Iklan terdidik seperti ini bisa ditemukan juga di ruang tunggu stasiun kereta api.
Namanya memang iklan tetapi isinya soal pendidikan. Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat. Ini bagian dari pendidikan. Kita kembali ke pertanyaan di atas, benarkah orang Italia tidak suka TV? Jawabannya bisa relatif. Boleh jadi tidak sebab banyak juga orang Italia yang suka menonton sepak bola di rumah atau di bar. Jadi, apakah benar dugaan penulis bahwa orang Italia tidak suka nonton TV?
Saya bertanya-tanya mengapa orang Italia tidak menempatkan TV di ruang tunggu publik seperti ini? Masyarakat tentu senang jika ada TV. Lumayan bisa menghibur diri, menonton sinetron, menyaksikan dunia dalam berita, menyaksikan jalannya pertandingan sepak bola. Tapi, kok pemerintah tidak menyediakannya? Pemerintah kiranya sudah memikirkan sebelumnya.
Saya yakin pemerintah menerapkan aturan ini untuk mendidik rakyatnya. Pemerintah tidak ingin rakyatnya hanya menonton TV saja dan tidak bekerja. Boleh jadi penunggu terlena melihat TV dan lupa melihat nomor antrian yang tersedia, lupa melihat jadwal kereta yang sebentar lagi masuk stasiun. Pemerintah kiranya mau agar rakyatnya dididik untuk mengerjakan tugas pada waktunya. Jam tunggu ya tunggu. Bukan menonton TV. Pemerintah tidak mau mengajarkan rakyatnya apalagi di ruang publik seperti ini untuk menonton TV pada jam kerja. Jam tunggu di kantor publik masuk dalam jam kerja, jam produktif. Mosok petugasnya bekerja melayani pengunjung sementara pengunjungnya asyik-asyik menonton TV. Tidak bagus. Bagusnya sama-sama bekerja.
Pendidikan rupanya bias diberikan lewat iklan terdidik seperti ini. Pendidikan seperti ini ditujukan kepada semua pengunjung dengan berbagai profesi. Jadi, bukan saja mereka yang berilmu yang dapat mengenyam pendidikan praktis seperti ini, tetapi juga mereka yang mungkin hanya menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah menengah. Pendidikan seperti ini kiranya bagus untuk mendidik masyarakat.