Lihat ke Halaman Asli

Sang Ahli Tentu Sudah Sangat Paham (Wise Campaign)

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selamat datang pemimpin baru atau selamat melanjutkan, entah kata-kata mana yang akan keluar sebagai pilihan saya nanti yang saya ucapkan kepada sang Ibukota negara RI setelah 20 september 2012. Satu hal yang pasti, para pemenang muncul bukan untuk berleha-leha. Beragam pekerjaan, keluhan,umpatan, godaan dan lain sebagainya sudah menanti. Saya harap sang pemenang tidak sibuk mencari balik modal di dua tahun pertama, sibuk mencari untung di dua tahun kemudian dan sibuk mengumbar keberhasilan semu serta meningkatkan pencitraan di satu tahun terakhir.

Meskipun dari gambaran pemilukada 11 Juli 2012 lalu warga nampak kurang antusias, ini terbukti dengan jumlah warga ibukota yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai hampir 40%.Namun didalam lubuk hati jutaan Manusia di Ibukota ini masih menyimpan harap dan penantian penanganan macet, banjir, kriminalitas,transportasi umum dan lain sebagainya. Mereka membayangkan seperti apa wajah ibukota nanti setelah tahun 2012.

Ditulisan ini saya ingin sedikit mengangkat masalah kemacetan lalulintas di ibukota ini yang memang amat dahsyat, mungkin bisa dikatakan baru 500 meter keluar rumah saja kita sudah akan mencicipinya apalagi kalau sudah memasuki kawasan-kawasan sibuk kita sudah akan melahapnya habis hingga membuat perut kita kepenuhan. Karena macet inilah warga jakarta mulai gerah dan akhirnya sampai gemar “pamer paha”(padat merayap tanpa harapan) dan “pamer susu” (padat merayap susul-susulan). Tapi anehnya biar dahsyat macetnya, jumlah kendaraan bermotor terus bertambah, penjualan mobil dan motor terus meningkat, terutama motor telah menjadi solusi instan yang tidak sehat bagi warga jakarta. Kenapa saya katakan instan dan tidak sehat, karena memang dengan motor jadi lebih cepat, bisa selap-selip di kemacetan namun tentu sudah kita ketahui perilaku para pengendara motor yang ugal-ugalan nan barbar menambah aura kesemrawutan ibukota ini meskipun tidak semua pengendara motor seperti itu tapi menurut pengamatan saya, mayoritas seperti itu adanya.

Berbicara tentang apa penyebab kemacetan sudah tentu hampir semua warga tahu, sudah hafal dan sudah paham. Tidak perlu sampai harus ahlinya yang turun tangan berbicara panjang lebar tentang penyebab kemacetan atau sampai harus membentuk satgas anti kemacetan. Tinggalah di jakarta mungkin sekitar seminggu dan aktif lah berkeliling Jakarta tentu anda sudah langsung bisa menganalisa masalah kemacetan ini dengan fasih. Inilah menurut saya letak keanehannya, sudah bertahun-tahun kita tahu ada masalah kemacetan sudah tahu pula kita tentang penyebab-penyebabnya bahkan saya yakin sudah tahu pula solusinya. Saya pikir kalau anak sekolah dasar diberikan tugas menganalisa masalah kemacetan di Jakarta tentu saya yakin mereka sudah seperti ahlinya.

Disini saya akan coba menyebutkan penyebab-penyebab kemacetan. Apa yang saya sebutkan ini hanyalah suatu bentuk konfirmasi bukan memberi informasi karena saya yakin para pembaca tidak perlu digurui lagi soal kemacetan Jakarta. Baiklah kira-kira berikut ini adalah penyebab-penyebab dan potensi penyebab kemacetan yaitu, jumlah kendaraan, perilaku pengendara yang kacau balau, lampu lalu lintas yang tidak sesuai kondisi lapangan, angkot ngetem, kawasan sekolah, perkantoran, pusat perbelanjaan, parkiran dibahu jalan, persimpangan dengan jalur kereta,antrian gerbang tol, parkir bahu jalan, dan pedagang kaki lima yang menginvasi jalan. Kira-kira itulah yang dapat saya sebutkan karena itu yang saya hafal dan biasa saya hadapi.

Demikian sudah saya sebutkan penyebab dan potensi penyebab kemacetan. Dari mengenali kedua hal tersebut tentu sudah tinggal kita cari saja bagaimana caranya meredam bahkan menghilangkan potensi atau penyebab kemacetan tersebut. Sang ahli tentu sudah paham masalah seperti ini, sang ahli pun saya yakini juga sudah tentu punya gambaran tentang beragam solusi yang bisa ia lontarkan dari kepalanya. Sang ahli tentu tahu bagaimana caranya agar angkot tidak ngetem, menata kawasan sibuk, mengatasi perparkiran,menertibkan pedagang kaki lima, mendisiplinkan pengendara kendaraan bermotor, mengendalikan jumlah kendaraan bermotor dan lain sebagainya yang pada intinya sang ahli pasti sudah tahu bagaimana mengelola penduduk Jakarta yang berjumlah sembilan juta lebih agar nyaman bergerak di kota yang luasnya sekitar 661,52 km2 ini. Saya pikir sang ahli hanya tinggal memegang penuh komitmennya dan bertindak.

Sayang beribu sayang sang ahli yang mengaku telah menjadi birokrat sejak berpuluh tahun lalu di lingkungan Pemerintah Daerah Jakarta dan sudah menduduki jabatan yang strategis terutama sepuluh tahun terakhir ini bisa dikatakan sangat sedikit prestasinya bahkan ada sebagian yang mengatakan sama sekali tidak ada prestasinya. Sang ahli sudah mensia-siakan sepuluh tahun lebih kesempatan berprestasi terutama dalam hal kemacetan lalu lintas Jakarta. Kini sang ahli maju kembali untuk “mengemis” kesempatan terakhirnya dari rakyat. Entah apakah sang ahli pada akhirya mendapat kesempatan terakhirnya. Jika itu terjadi maka sang ahli sungguh harus tidak lagi mensia-siakannya, ia harus siang-malam jungkir-balik,kepala jadi kaki, kaki jadi kepala demi mengejar ketertinggalan prestasinya selama sepuluh tahun lebih. Ibarat seorang anak sekolah yang sudah berkali-kali tidak naik kelas, sang ahli masih duduk dikelas enam SD sedangkan kawan-kawan seangkatannya sudah lulus kuliah maka sang ahli punya kesempatan lima tahun untuk lulus sd, smp, sma dan perguruan tinggi atau paling tidak lulus smp.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline