Kita bertemu disini,saat akar senja mulai keluar di lipatan garis-garis wajah
dan cahayanya yang mulai temaram
Sungguh menghayutkan aku mengejar lari matahari
kita sama sama memendam liku-liku peta jalan
dan kita menjelma cawan kota,
Tumbuh di puing-puing reruntuhan berserak
dan sepi
Wajah kita yang gagah,
mekar di bawah asuhan gemerlap lampu jalan
kita hias kegelapannya
dan kita berjalan dengan terseok-seok
menjalari celah celah bimbang yang tidak sederhana
kita bertemu lagi,
disini, diantara bias cahaya bulan menembus akasia
persis di belakang julang tembok penjara
Kudengar ringkih dahakmu,
tak berdaya
tertelan kecipak pancuran hujan menghujam comberan.
Getir-getir masam yang kita lahap
kini,
telah rimbun ilalang di kepala kita,
Tapi dikotamu aku merasa muda lagi
karna lampu-lampu trotoar menyinari mataku
lihat,
orang orang di sepanjang trotoar bebas berjalan
membuang gamangnya sendiri,
orang orang bebas bersolek
menikmati remang lampu-lampu asongan
Dan kita disini, saling berpandangan
Bibir kita gemetaran
dengan mata sembab menatap ringkih rupa kita.
O...kita telah buta,
cahaya senja di mata kita telah sekian lama memudar.
Surabaya, 29 Des 2018
Rasull abidin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H