Wajahmu yang sebundar bulan
kutatap lekat-lekat,
aku khawatir gumpalan awan
mengiring angin
memporakporandakan menjadi getir,
seperti lantak kotamu.
yang di permak disana-sini,
lalu mengubur sejarahnya sendiri
kutatap lentik indah matamu,
ada resahku disitu,
angin kemarau