Lihat ke Halaman Asli

Taufan S. Chandranegara

TERVERIFIKASI

Gong Semangat

Epigon

Diperbarui: 21 Agustus 2024   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo shutterstock

Kalau namamu Epigon, lantas namaku siapa? Oh, aku tambahkan saja huruf 's' di belakangnya. Namaku menjadi Epigon's saja. Jangan salah paham maksudku hanya Epigon's tanpa embel-embel, emblem atau merek dagang apapun. Cocokan? Tak saling merugikan ataupun menguntungkan. Dua belas pas. Pas-pasan saja titik.

Pas masuk gawang. Pas menang, pas waktu tendengan pisang. Gol! Sebuah harapan kemenangan. Merangsek dari lini tengah. Pas! Gol! Tepat di pluit akhir sebuah pertandingan sportivitas. Bola menyasar lawan menembus benteng pertahanan mereka. Yes! Gol! Woo! Hore! Malaikat fortuna mengibarkan bendera. Juara!

Gubrak! Gelundung jatuh kelantai dari atas tempat tidur. Mimpi. Bermimpi lebih baik. Punya mimpi menjaga kesehatan optimisme berpikir maju melintas limit. Melupakan kemunduran lampau. Menghapus masa lawas. Sportif. Ya, pertarungan gelanggang sportivitas terdepan saling mengagumi, membuang pikiran receh.

Menggunakan inteligensi kesantunan dalam khidmat taklimat saksama. Mendahulukan risalah makrifat terangnya matahari, indahnya panorama rembulan pesona alam manuver keadaban fitrah semesta, menyuburkan pikiran jernih menyampaikan risalah senyum kemenangan teduh sukma mata air bumi sejati.

Edukasi dialogis mendahulukan performa komunikasi beradab. Bukan sekadar ajang manuver alih.; Fatal jika saling mengejek, pertanda tipis kepercayaan diri pada tujuan cita-cita, apapun itu. Tentu saja sebuah cita-cita selalu ingin meraih pelangi pertumbuhan kebaikan dari benih telah di tanam. Bukan sekadar bibit tebar pesona gaya hidup-konsep itu sudah terbelakang di kekinian. Norak banget.

Sudut lain semesta "Ayolah kawan kereta langit menunggumu."

"Tak mudah mengendalikan kereta langit sobat." Para saksi estetis mengamati dari ketinggian.

Sublimasi kesadaran mengarungi jiwa sebelum menulis di lembaran cita-cita lantas di terbangkan angin kembara kepada tujuan-tujuan. Risalah mumpuni tak sekadar menghimpun skala luas kabar wara-wiri, menghembuskan tendensi absurd terbungkus ambisi lelembut tak mencapai tujuan nirwana.

Kehidupan diberikan kepada bumi untuk kesuburan benih natural lanjutan. Pada waktunya iman bimasakti akan hadir di pelupuk mata. Menampakan sesungguhnya kemukjizatan.; Berjuta terang cahaya menyinari kudus inteligensi. Mengemban tugas menjaga ekosistem Ilahi.; Bukanlah konsep tak mencapai kebijaksanaan kehendak langit maha luas.

Sudut lain perguruan Pedang Aksara "Hamba tak ingin menyandang dua nama itu Epigon ataupun Epigon's sekaligus, lantas jadi makhluk invalid."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline