Lihat ke Halaman Asli

Mengadili Buku "Mengadili Demokrasi"

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

140223489581314908

Menjadi muslim adalah menjadi pemberontak. Bersyahadat adalah ikrar untuk mengabdikan hidup menjadi pemberontak. Segala laku hidup muslim haruslah dirumuskan pertama-tama dengan kata penolakan: "LAA!", tidak! Laa untuk makan, minum, tidur, menikah, berserikat, bernegara, dan ber-apapun juga karena apapun juga sangat berpotensi untuk menjadi ilaaha, sesuatu yang kita sembah, kita berhalakan.

Janji bernegasi itu harus kita tuntaskan dengan "illallaah" yang bermakna "kecuali atas kerelaan Allah". Muslim boleh makan, minum, tidur, menikah, berserikat, bernegara, dan ber-apapun juga bila Allah telah merelakannya. Ikrar pun berlajut dengan "Muhammadur rosuulullaah", bahwa kerelaan Allah telah dimandatkan pada kerelaan Nabi Muhammad saw. Hidup seorang yang mengaku muslim harus senantiasa berada dalam koridor panduan Nabi Muhammad saw.

Muslim sejati pastilah seorang pemberontak militan. Ia bisa saja sehari-hari adalah seorang tentara, polisi, businesman berdasi, tukang reparasi, ataupun kuli, tapi kemuslimannya tidak bisa dikenali dari parameter profesi melainkan dari seberapa kuat memegang "laa ilaaha illaallah". Pada dimensi ini, semua muslim adalah satu kesatuan mengatasi sekat-sekat pertalian darah keluarga, negara maupun bangsa.

Penggumpalan-penggumpalan jamaah terjadi ketika memasuki tahap "muhammadur rosuulullah". Terjadilah bermacam-macam tafsir tentang apa-apa yang direlakan dan tidak direlakan Allah karena panduan Nabi Muhammad saw tersampaikan pada umatnya melewati banyak jalur dan saringan-saringan.

Telah sampai ke tangan saya sebuah buku hadiah dari seorang saudara se-laa ilaaha illallaah berjudul "Mengadili Demokrasi". Buku itu pada intinya mengabarkan tentang betapa haramnya sistem demokrasi dalam bernegara karena berada di luar koridor panduan Nabi Muhammad saw. Negara demokrasi adalah sesuatu yang tidak direlakan Allah.

Hadiah buku itu tersambung benang merahnya dengan serial diskusi kami dalam beberapa kesempatan tentang demokrasi di mana saya memegang tafsir yang berbeda. Sejauh pemahaman saya, paling tidak dalam kontek Indonesia kini, tidak ada masalah dengan demokrasi dalam bernegara.

Sesuatu yang cukup fatal konsekuensinya dalam buku itu adalah pengindentifikasian demokrasi sebagai identik dengan isme sekular, liberal dan kapitalis. Padahal ketiganya bisa dikatakan "binatang" yang berbeda meskipun dalam praktiknya sangat mungkin untuk dikawinkan. Dalam konteks mengadili, buku itu menjadi kurang imbang karena hanya menyoal keburukan-keburukan demokrasi tanpa memberi ruang pembelaan.

Isu demokrasi pada dasarnya tidaklah segawat itu. Saya pribadi tidak dalam posisi mengagungkan demokrasi, tapi untuk mengharamkannya adalah titik ekstrim yang lain yang saya hindari. Sesuatu yang berlebihan selalu tidak baik, bahkan secara akhlak adalah haram.

Demokrasi adalah tentang kedaulatan atau kekuasaan setiap anggota komunitas untuk berhak ikut menentukan arah gerak sosial komunitas itu. Tentu itu masuk akal karena apa-apa keputusan yang disepakati komunitas akhirnya wajib dipatuhi setiap anggotanya. Maka setiap anggota berhak punya kendali sesuai kapasitasnya. Dari pintu inilah segala isme bisa masuk.

Bila komunitas itu berisi orang-orang sekular dan kapitalis, yang lahir adalah keputusan-keputusan sekularis dan kapitalis. Bila komunitas itu berisi para muslim, bagaimana mungkin melahirkan keputusan-keputusan sekularis dan kapitalis? Kalaupun mungkin, hanya ada satu penjelasan bahwa mereka sebenarnya muslim abal-abal yang mengkhianati prinsip "laa ilaaha illallah".

Demokrasi bisa dikategorikan alat bebas nilai, menjadi baik atau buruk tergantung pelakunya. Dan demokrasi digemari para bandit peradaban karena memang demokrasi sangat rentan untuk disalahgunakan. Tapi menghukumi sesuatu hanya atas dasar penyalahgunaannya adalah tidak adil. Jatuhnya jadi fatwa haramnya infotainmen karena telah disalahgunakan menjadi ajang menggunjing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline