Lihat ke Halaman Asli

Keintiman kepada Tuhan atas Dasar Kehendak Bebas?

Diperbarui: 17 November 2022   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Alkitab bersaksi bahwa pada hari keenam Allah menciptakan manusia dan diberi nama Adam, dan kemudian menciptakan Hawa baginya, pendamping yang sepadan. 

Allah menemukan perempuan di dalam Adam dan mengeluarkan dia untuk Adam. Kita tahu bahwa ketika itu, Tuhan Allah juga menyiratkan kehendak bebas (freewill) kepada ciptaan-Nya, yang meskipun pada akhirnya manusia tunduk kepada freewill yang bermuara kepada awal keberdosaan. 

Apa yang menjadi relevansi hal tersebut di dalam konteks kehidupan dewasa ini? Adalah kesulitan kita menyigi dengan mata rohani kita akan eksistensi kita sebagai ciptaan sang Khalik.

Sehingga, tulisan ini ingin mengarahkan manusia (rohaniah) kita kepada kesatuan kita yang intim kepada dalam Allah. Alkitab adalah pedoman studi kehidupan rohani. Hidup kita adalah studi dalam konteks memberitakan Injil serta memperlihatkan karya agung Allah ditengah-tengah dunia fana ini. 

Dengan demikian, bagi orang Kristen, Alkitab lah garis linier yang menuntun kepada kesatuan kita kepada Allah Tuhan kita. Kesatuan diawali oleh perkenalan dan mengikatkan kepada keintiman kepada Allah kita dari sudut pandang kekristenan. Bagaimana mungkin orang membangun keintiman kepada sang Pencipta tanpa mengenal siapa Penciptanya. Dengan mengenal maka akan memungkinkan kita hidup dalam kesatuan yang sesungguhnya kepada-Nya.

 Tuhan Allah kita tidak lalai dalam menunjukkan keberadaan kasih dan kesetiaan-Nya kepada kita. Pada saat penciptaan manusia, Allah terlebih dahulu memperkenalkan kesatuan yang begitu intim itu seperti apa.

 Dalam Kejadian 2:18, "TUHAN ALLAH berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Allah ingin menunjukkan pula bahwa kesatuan itu akan terealisasi dengan menghadirkan bagi Adam seorang pendamping yang sepadan. Sejatinya, jika dikaitkan dengan keadaan kita saat ini akan menjadi dilema yang berkepanjangan. Disatu sisi manusia sadar dan disatu sisi manusia pudar. 

Manusia terkadang menyadari bahwa sebenarnya kesatuan itu ditentukan oleh pengenalan seperti yang saya sebutkan diawal tadi. Apakah manusia dewasa ini tidak mengenal Tuhan Allah kita? Berbicara kenal atau tidak, pasti mengenal. 

Namun pengenalan itu dominan tidak terarah. Inilah yang seyogyanya menjadi refleksi bagi kehidupan kita era ini. Bahwa sebenarnya kita adalah orang-orang yang datang dari Tuhan diciptakan di dalam Dia untuk menjadi persembahan yang hidup untuk Dia pula. Disatu sisi, Tuhan kita bukanlah Tuhan yang kekurangan pekerjaan dengan alasan bahwa banyak orang orang yang mengenal Tuhan namun tidak dalam konteks keintiman. 

Ada pula bertanya, jika demikian untuk apa manusia diciptakan jika memang tidak bermuara kepada keintiman? Saya yakin dan percaya bahwa yang membaca tulisan ini adalah orang-orang yang mengenal Tuhan, namun disatu sisi saya tidak mampu mengatakan bahwa semua orang Kristen itu berhubungan kepada Tuhan dalam kesatuan yang murni. 

Keintiman itu pada akhirnya adalah freewill bagi setiap kita. Tuhan mengetahui tetapi tidak menentukan atas kehendak pribadi, namun kembali kepada freewill yang diberikan kepada kita untuk kemudian melahirkan orang yang senantiasa satu di dalam kudus-Nya Tuhan Allah kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline