Lihat ke Halaman Asli

Pancasila Sebagai Tonggak Demokrasi Perpolitika

Diperbarui: 26 Juli 2016   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah anda masih melihat, mengamati, memperhatikan pancasila sebagai tonggak demokrasi di Negara Republik Indonesia ini. Hubungan  pancasila sebagai tonggak demokrasi mempunyai ikatan yang erat dimana pancasila yang bertahta diatas toga demokrasi Republik Indonesia yang dianggap kurang bersahabat yang di pandang oleh mata telanjang. Sehingga pancasila yang kian dianggap sebagai pembawa kebaikan dan untuk membangun kemajuan demokrasi negara ini secara bersama-sama, justru membawa kekecewaan bagi rakyat Indonesia. 

Hal ini sangat jelas terlihat pada ketika pemilu Presiden dan Wakil Presiden banyaknya unsur-unsur sarah yang muncul didalam masyarakat, carut marutnya politik dan demokrasi ini lagi dapat kita lihat pada UU No. 22 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota lalu diuban oleh pemerintah ke Perpu No.1 Tahun 2014  pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikota lalu diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang  Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang dan yang terakhirnya di ubah menjadi UU No 8 Tahun 2015 mtentang perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang penetapan Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang  Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Hal ini membuktikan bahwa pergantian UU yang dalam waktu singkat tersebut membuat proses dinamika demokrasi diseolah-olah diwarnai oleh unsur politik yang tidak realistis, dan telah terjadi tawar-menawar berdemokrasi pilkada dan tanpa melihat sila ke empat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.

Proses pancasila terutama sila ke-empat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Demokrasi sekarang ini menjadi memiliki dua domain yang berbeda akan tetapi hal ini dapat disingkranisasikan untuk mendapatkan hal yang terbaik bagi negara ini dan bukan menjadi hal yang dipancasila menjadi politisasikan demokrasi yang membuat terombang-ambingnya tanpa adanya tujuan berdemokrasi berpancasila.

Pancasila Demokrasi Perpolitikan Pilkada Yang Terjadi Saat Ini

Pemilihan kepala daerah yang di selenggarakan secara serentak pada tahun 2015 tepatnya pada bulan Desember lalu merupakan untuk pertama kalinya diadakan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau yang sering disebut pemilihan kepala  daerah yang disingkat menjadi pilkada. Akan tetapi pilkada tersebut masih di warna-warnai dengan politik-politik yang pragmatis tanpa menghiraukan pancasila sebagai tonggak demokrasi perpolitikan di Indonesia. perpolitikan saat ini hanya mementingkan untuk merebut,  menggait, atau memenangkan suara rakyat daerah tersebut hal ini masih terbukti masih banyaknya pengajuan gugatan pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kumpul kebo perpolitikan pilkada dan demokrasi pancasila pemilihan kepala daerah ini masih sangat kental terlihat dimana pemilihan kepala daerah secara serentak tahap kedua pada tahun 2017 akan segela dilaksanakan, banyak partai-partai politik mencari pasangan–pasangan calon kepala daerah yang dianggap kredibel untuk memenangkan pemilihan kepala daerah, sehingga partai politik sampai mengandeng artis-artis papan atas dan orang-orang yang dianggap oleh partai politk sangat berpengaruh dalam masyarakat dengan tujuan memenangkan pilkada.

Proses perpolitikan berdemokrasi pancasila harus mementingkan kepentingan rakyat, poltik demokrasi saat ini hanya terobsesi untuk memenangkan pemilihan kepala daerah, tidak memikirkan bahwa rakyat yang mengiginkan pemimipin yang jujur, bersih dan bijaksana serta berani membela kepentingan masyarakat umum bukan kepentinga politik semata saja.

sebagai contoh Kita dapat melihat Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama atau yang sering kita kenal dengan sebutan nama Ahok mendapatkan jegalan-jegalan dari partai politik karena Ahok adalah Calon Petahan yang masuk dalam calon kepala daerah DKI Jakarta melalui jalur Independen sehingga menimbulkan kecemburuan bagi partai politik.

Apakah perpolitikan tidak sadar bahwa dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2 tersebut dijelaskan bahwa syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan adalah mendapat dukungan paling sedikit 7,5 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk  6-12 juta jiwa, dari peraturan tersebut jika Ahok memenuhi persyaratan tersebut para elit politik atau partai politik haruslah legowo menerima hal tersebut, agar Partai Politik mendapatkan pujian dan dukungan yang positif dan mau memilih calon yang diajukan partai politik karena masyarakat menganggap bahwa calon yang di ajukan partai politik adalah calon yang terbaik untuk memajukan daerahnya, dan untuk kedepannya tidak ada lagi issue Deparpolisasi yaitu penggurangan suara pada partai politik

Harapan kedepannya Pancasila Demokrasi Perpolitikan Pilkada Yang Terjadi Kedepannya

Harapan pancasila demokrasi perpolitikan pilkada untuk kedepannya. haruslah memuat nilai-nilai pancasila terutama sila ke-4 yaitu kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan dan perwakilan dan untuk selanjutnya kedepannya pancasila demokrasi perpolitikan pilkada harus hidup saling berdampingan dan tidak boleh bercerai berai dengan hal-hal yang negatif, oleh karena itu  politik berdemokrasi kedepannya harus memuat aspek;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline