PPh atas Transaksi Cross-Boarder Efek Muncul nya Ekonomi Digital
Apa sih transaksi Cross-Boarder ?
Transaksi lintas batas (cross-boarder transaction) merupakan transaksi yang melintasi batas negara selama proses pertukaran, baik melibatkan barang, orang, informasi maupun uang. Transaksi cross-boarder termasuk kategori transaksi internasional karena transaksi terjadi antara dua entitas dari berbagai negara, sehingga memiliki konsekuensi pajak internasional.
Terjadi transaksi cross-boarder ?
Terjadi nya transaksi cross-boarder tidak terlepas terjadinya kemajuan teknologi saat ini, terlebih saat ini merupakan revolusi industri 4.0 atau biasa dikenal dengan istilah :cyber physical system yang merupakan fenomena dimana terjadinya kolaborasi antara teknologi siber dengan teknologi otomatisasi. Adanya revolusi industry dapat membuat peruabahan dalam cara hidup, bekerja, serta berhubungan manusia.
Kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi dapat menyebabkan perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi atau istilah lainnya adalah ekonomi digital. Ekonomi digital didefinisikan oleh Pemerintah Australia sebagai aktivitas sosial dan ekonomi dalam suatu jaringan global yang dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi seperti internet (Australia’s Digital Economy, 2009). Ekonomi digital tersebut meliputi berbagai aspek perdagangan : perdagangan berbasis elektronik (e-commerce), pendidikan : kursus daring, jejaring sosial, transportasi, hingga kesehatan : rekam medis elektronik (OECD, 2015).
Di Indonesia sendiri, ekonomi digital mempunyai potensi yang besar dan dipandang dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional sehingga pada tahun 2017 diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-commerce) Tahun 2017 – 2019 untuk mendorong percepatan perkembangan dan mengoptimalkan potensi ekonomi digital. Adapun pasar potensial perdagangan berbasis elektronik diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai US$ 156 miliar di tahun 2025 (setara Rp 2.184 triliun dengan menggunakan asumsi nilai tukar Rp 14.000/US$ 1) [https://bisnis.tempo.co]. Kondisi ini sejalan dengan rilis McKinsey Indonesia pada tahun 2016 yang memperkirakan potensi peningkatan ekonomi sebesar US$ 150 miliar di tahun 2025 melalui revolusi digital.
Dalam perkembangan teknologi dan tatanan ekonomi digital, muncul isu-isu terkait pendekatan pemajakan konvensional yang tidak dapat seluruhnya diterapkan untuk model ekonomi ini [Tanzi, 2000]. Penghitungan pajak pada dasarnya membutuhkan dua variabel utama yaitu subjek pajak dan objek pajak. Penentuan subjek pajak umumnya berdasarkan kehadiran fisik yang tidak dibutuhkan dalam praktik ekonomi digital. Sementara itu, tantangan yang dihadapi dalam penentuan objek pajak adalah penentuan kategori penghasilan atau transaksi yang menjadi dasar pemajakan.