Lihat ke Halaman Asli

Ketika Gitar Bukan Sekadar Alat Musik

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14022341702051616848

[caption id="" align="aligncenter" width="524" caption="Para pengunjung pameran"][/caption]

Rabu (04/6) Malam, bulan yang berbentuk sabit berdampingan  dengan titik-titik bintang menjadi atap teduh bagi ratusan penonton yang memenuhi amphiteater di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Penonton yang berasal dari berbagai lintas generasi terhipnotis oleh alunan merdu dari petikan-petikan gitar. Petikan-petikan tersebut berasal dari tangan dewa gitar, Dewa Budjana yang berkolaborasi dengan Tohpati dalam acara pembukaan pameran gitar “Dawai-Dawai Dewa Budjana”.

14022320752011771157

Penampilan Tohpati dan Dewa Budjana

14022322011578658613

Kelihaian dua gitaris dalam kolaborasi lagu

Dalam kolaborasi tersebut, mereka membawakan 4 lagu untuk menghibur para penonton yang duduk mengelilingi sang dewa. “Ini pameran gitar ketiga saya. Pertama di Museum Nasional dan yang kedua, di Yogyakarta,” ujar Budjana. Budjana mengaku kaget dengan kehadiran penonton yang banyak. Di sisi lain, Tohpati mengaku sangat tersanjung dapat melakukan duet dan kolaborasi dengan Dewa Budjana. Dalam suasana syahdu tersebut, tidak hanya Tohpati, Dewa Budjana juga berduet dengan vokalis perempuan yang memiliki suara yang tidak diragukan lagi, yaitu Trie Utami dengan menyanyikan satu lagu. Perempuan yang menjadi vokalis dalam band Krakatau – band yang eksis pada tahun ‘80-‘90an – berujar bahwa Dewa Budjana merupakan salah satu seniman yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan musik di Indonesia.

14022324401177625760

Trie Utami dan Dewa Budjana menghibur penonton
Acara pembukaan ini dibuka secara langsung oleh pemilik galeri Selasar Sunaryo, yaitu seniman Bpk. Sunaryo. “Saya sangat berterima kasih sekali kepada Budjana. Biasanya pada saat bulan berbentuk seperti ini, banyak dewa yang akan turun ke bumi dan saya rasa sekarang dewa itu bersama kita, yaitu Dewa Bergitar, Dewa Budjana,” tutur Sunaryo yang disambut dengan tepuk tangan riuh dari penonton. Sunaryo juga memberikan sebuah cinderamata kepada Budjana berupa sebuah karya seni Pick Gitar yang berukuran sebesar setengah badan manusia. “Saya berharap Budjana dapat memainkan gitar-gitarnya dengan pick ini,” ujar Sunaryo yang disambut gelak tawa penonton, termasuk Budjana. Budjana juga berterima kasih banyak atas bantuan Pak Sunaryo dalam keterlibatan proyek ini.

Tidak lama setelah dibuka, para penonton kemudian berhamburan untuk segera melihat karya-karya seni gitar dalam pameran itu. Akibatnya, ruang B dan ruang Sayap yang dijadikan tempat pameran gitar disesaki oleh para pengunjung yang antusias terhadap karya seni yang tidak biasa ini.

Bukan Sekadar Gitar Sebagai Alat Musik

Sebelumnya, pada sore hari telah diadakan diskusi buku dengan judul “Dawai-Dawai Dewa Budjana” yang ditulis oleh wartawan senior KOMPAS, Bre Redana. Diskusi tersebut menghadirkan secara langsung orang-orang yang terlibat dalam proyek tersebut, antara lain, Dewa Budjana, Sunaryo (Seniman), Agung Hujatnikajennong (Moderator), Bre Redana (Penulis), Putu Suta Wijaya (Seniman), dan Syagini Ratna Wulan (Seniman). Diskusi yang berlangsung di Bale Handap, Selasar Sunaryo, dibuka dengan pemaparan dari Budjana yang memiliki harapan untuk membuat sebuah museum gitar untuk Indonesia. “Proyek ini sebenarnya  dimulai pada tahun 2002,” ujarnya. Beliau memulai ide awal dengan koleksi gitarnya yang dijadikan sebagai karya seni oleh para perupa Indonesia.

1402232523326531490

Kiri ke Kanan: Dewa Budjana, Sunaryo, Agung, Bre Redana, dan Putu Sutawijaya
Made Sumadiyasa adalah seniman pertama yang membuat karya seni dari gitar Budjana. Dalam perkembangannya, Budjana mengaku banyak dibantu oleh Putu Sutawijaya, Sunaryo dan Bre Redana dalam konteks ini. Melalui jaringan para perupa tersebut, Budjana akhirnya dapat bertemu dengan perupa-perupa nomor wahid di Indonesia. Sebanyak 34 perupa nomor wahid Indonesia bergabung dalam proyek ini. Sebut saja Teguh Ostenrik, Nyoman Nuarta, Djoko Pekik, Agus Suwage, Mangu Putra, Srihadi Soedarsono, Ay Tjoe Christine, Jeihan, Runi Palar, Heri Dono, dan masih banyak nama-nama besar perupa Indonesia yang terlibat. Menurut Putu, banyak seniman yang merespon positif  terhadap proyek ini. “Kami blusukan ke tempat-tempat perupa,” lanjut Putu.

“Semua ini bukan bukan sebuah kebetulan. Ada energi yang mendukung hal ini,” ujar Sunaryo yang juga turut menyumbangkan hasil karyanya. Sunaryo juga menegaskan bahwa gitar bukan hanya sekadar untuk dipetik, tetapi ada bahan, warna dan semua yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah karya dari Teguh Ostenrik. Menurut Sunaryo bahwa Teguh seperti tidak peduli lagi apakah gitar tersebut masih dapat dimainkan atau tidak.

14022326971725522558

Karya Seni Gitar oleh perupa Teguh Ostenrik
Senada dengan Sunaryo, Bre Redana juga mengakui bahwa tidak ada yang namanya kebetulan. “Saya lebih percaya pada krida tubuh dan spiritual,” ujar Bre. Menurut Bre, gitar itu melebihi apa yang fungsinya secara teknis. “Gitar telah menemukan fungsi yang substansial di luar dari hal-hal teknisnya. Ia telah menjadi Beyond gitar,” paparnya. Dan hal ini yang menjadi rangsangan bagi seniman dalam memahami sebuah gitar juga sebagai sebuah fungsi kehidupan dan fungsi kebudayaan. Terlepas apakah bisa dimainkan atau tidak, menurut Budjana, “Saya tidak berpikir lagi apakah bisa dipetik lagi atau tidak atau nanti suaranya akan menjadi seperti apa. Jika ada perubahan, maka perubahan itulah yang saya cari.”

Hebatnya, pameran ini diadakan tanpa seorang kurator seni. Budjana menyerahkan sepenuhnya kepada seniman-seniman ‘memainkan’ gitar dalam kacamata seorang perupa. Di titik ini, gitar telah menjadi kanvas baru bagi para seniman. Dari pandangan Sunaryo sebagai seorang perupa, hal ini telah membawa hal baru bagi dunia seni rupa Indonesia. “Ini bisa menjadi alternatif untuk melihat perkembangan seni rupa Indonesia. Hal ini juga bisa menjadi sebuah mapping. kita dapat melihat perbedaan karya-karya perupa Bali dan yang di Jawa. Contohnya adalah karya Syagini Ratna wulan,” tuturnya.

Di akhir, Budjana menuturkan bahwa rencana membangun museum gitar ini bukan hanya akan dihiasi oleh gitar-gitar koleksinya. "Jadi, museum ini juga akan menyimpan gitar dari musisi-musisi di Indonesia. Seperti Iwan Fals, Gled Fredly, dan banyak lagi musisi yang sudah bersedia menyerahkan gitar pribadi mereka untuk disimpan di museum gitar ini kelak," ujar gitaris pentolan band GIGI ini.

Dalam pameran tersebut, sebanyak 34 karya gitar lukis ditampilkan yang diselingi dengan beberapa lukisan yang dari sisi berbeda terhadap alat musik yang memiliki enam senar ini. Gitar telah melampaui dirinya yang selama ini diartikulasikan sebagai fungsi hiburan. Pengejawantahannya telah merasuki fungsi-fungsi kebudayaan,  kehidupan dan spiritual. Gitar bukan sekadar alat musik.

1402232822544415363

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Sunaryo

14022329161070951267

Gitar Lukis Pertama Budjana dari Perupa Made Sumadiyasa

14022330461327766210

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Wayan Tuges

140223311077605019

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Pande Sumantra

14022331891823666386

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Nyoman Nuarta

14022333041245662390

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Made Djirna

1402233495974413308

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Bob Sick

1402233571144298069

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Astara Rasjid

14022336481694841947

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Syagini Ratna Wulan

14022337402079857954

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Erica Hestu Wahyuni

14022338181648647768

Karya Seni Gitar Oleh Perupa Ketut Murtika

14022339311230418366

(Kiri Ke Kanan) Karya Seni Gitar Oleh Perupa Midori Hirota, Jango Paramarta, & Runi Palar

1402234059873155569

Budjana dan Gitar Pertama yang dilukis oleh Made Sumadiyasa
Bagi anda yang ingin mencari tempat untuk bersantai sejenak dari rutinitas kesibukan, pameran ini dapat menjadi oase di tengah kepenatan kita. Pameran ini berlangsung dari tanggal 4 – 22 Juni 2014 di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung (Jl. Bukit Pakar Timur No. 100, Bandung). Lokasi tersebut dicapai dalam waktu 20-25 menit dari pusat kota bandung.

Selamat menikmati..

*Foto: Khus Indra & Yosea Riyadi P.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline