Lihat ke Halaman Asli

Bulan Madu ke Dieng

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 30 Maret 2014 adalah hari yang bersejarah bagi saya. Dimana pada tanggal itu lah saya menikah dengan seorang wanita tentunya. Nah seperti pada postingan saya sebelumnya yang menceritakan keinginan saya untuk berbulan madu di indahnya alam dieng. Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah akhirnya mimpi kami (saya dan istri) terwujud. Dua minggu sebelum saya menikah saya sempatkan diri untuk mencari informasi tambahan mengenai dieng. Dan hasilnya saya pun mendapatkan nomor hp salah seorang pengelola penginapan bu djono. Seperti postingan saya terdahulu, penginapan bu djono adalah salah satu penginapan yang banyak direkomendasikan para pelancong selain pass homestay. Dan setelah saya membangun komunikasi dengan pengelola penginapan bu djono yang bernama pak didi, akhirnya yang semula saya hanya menanyakan harga kamar permalamnya saja, namun pak didi memawarkan paket wisata yang beliau sebut dengan istilah sunrice tour. Dengan harga Rp. 650.000 untuk dua orang 2D1N. Dengan membandingkan harga yg ditawarkan oleh pihak lain saya menilai tawaran pak didi cukup hemat. Akhirnya saya sepakat dengan pak didi untuk booking kamar tanggal 1 april 2014. 30 Maret 2014 Setelah acara pernikahan saya pada tanggal 30 maret 2014, malamnya saya dan istri langsung bertolak ke rumah kontrakan di depok. Pagi harinya setelah melepas lelah, saya memiliki gagasan untuk membeli tiket terlebih dahulu di terminal lebak bulus. Loh kok ceritanya langsung pagi hari...ya iya lah yang bagian malemnya gk usah diceritain disini ya hiiii....!!! 31 Maret 2014 Pagi hari saya bergegas ke terminal lebak bulus untuk membeli tiket bus pahala kencana jurusan Wonosobo, setibanya di terminal lebak bulus saya pun tak heran dengan tegur sapa para calo yang menawarkan tiket. Saya pun tak tertarik untuk membeli tiket dari para calo. Saya meneruskan mencari loket nomor 16 dimana disitulah pahala kencana bermarkas. Ternyata jika saya ingin berangkat dari lebak bulus saya harus sudah tiba di terminal lebak bulus jam 15.00 dan dari lebak bulus nanti akan di antar ke terminal kampung rambutan menggunakan shuttle bus. Nah di terminal kampung rambutan lah saya baru akan naik bus ke wonosobo. Sebenarnya saya sempat di tanya, mau naik dari lebak bulus atau kampung rambutan? Dan entah mengapa saya lebih memilih dari lebak bulus. Dan tiket executive pahala kencana jurusan wonosobo yg di bandrol dengan harga 100.000 pun saya kantongi. Pulang lah saya ke kontrakan dan berkemas. Karena saya dan istri baru aja pindahan semalem ya...bisa dibayangkan betapa masih berantakannya rumah kami. Baru saja mau melangkah meninggalkan rumah, signal token PLN pun berbunyi tuuuut.....tuuuut.....tuuuut.....!! Diiringi lampu merah yang berkedip. Oohhh astaga...itu menandakan saya harus segera membeli token PLN terlebih dahulu sebelum berangkat. Dengan kesibukan beres beres itu alhasil kami baru berangkat jam 2 siang. Dari terminal depok, kami (saya dan istri) menumpangi bus Deborah jurusan depok - lebak bulus. Hujan pun datang mengiringi awal perjalanan kami, tercium aroma khas debu yang tersiram oleh air hujan di terminal siang itu. Hampir jam 14.30 bus baru beranjak meninggalkan terminal depok. Ya allah.... bus berjalan dengan sangat lambat...!! Telaaaaaaat...dan telaaaaat adalah satu satunya kata yang bersemayam dalam kepala saya. Dengan sabar dan rada geregetan akhirnya kami tiba di terminal lebak bulus. Namun sayang kami baru tiba di terminal lebak bulus jam 15.40. Pihak pahala kencana menyarankan agar kami langsung ke kampung rambutan saja menggunakan bus 509 kalo tidak salah. Kami pun bergegas mencari bus tersebut dan cap cus ke kampung rambutan agar tidak tertinggal bus yang akan membawa kami ke wonosobo. Alhamdulillah bus pahala kencana kami, masih bersandar sejajar dengan bus lainnya di dalam terminal kampung rambutan. Tanpa menunggu lama lagi kami langsung cek in dan menempati kursi paling depan sesuai pesanan saya sebelumnya.Setelah saya tanya pak sopir, ternyata bus baru akan berangkat jam 18.00. Karena jam yang melekat di tangan istri saya baru menunjukan pukul 16.30 kami berinisiatif untuk sholat ashar dan mengisi perut kami terlebih dahulu. Setelah perut terisi, kami beristirahat di dalam bus. Dan akhirnya.....!!! Tooot toooot...tooot...!!! Bus kami beranjak meninggalkan terminal kampung rambutan jam 18.00. Langit mulai diselimuti gelap saat bus kami meninggalkan terminal. Selama diperjalanan yang dapat kami lakukan hanya ngemil ngobrol dan tidur. Oh iya bus pahala kencana hanya berhenti sekali di rumah makan untuk mengisi perut dan istirahat jadi saya sarankan jangan jauh jauh dari bus ya...! 1 April 2014 Selama diperjalanan saya selalu cek dimana lokasi saya berada menggunakan Gmap di HP saya. Dan sampai pada akhirnya kami tiba juga di terminal wonosobo jam 7.30 pagi. Kami turun di dalam terminal wonosobo persis di depan loket pahala kencana. Niatnya mau langsung beli tiket buat pulang sekalian eh pahala kencana nya belom buka...!!! Dan pak Didi pun udah keburu datang menjembut kami. Kami tak hanya dijemput oleh pak Didi, karena beliau membawa turut asistennya, seorang anak muda yang katanya tetangganya. Ya...kami dijemput menggunakan dua buah sepeda motor. oh iya sebagai informasi saja, terminal wonosobo itu berbeda dengan terminal di jakarta yang sembrawut. Disana terminalnya rapih dan bersih dan yang pasti tidak sembrawut.nih gambar terminal wonosobo yang sempat saya abadikan.

Setelah saling berkenalan kami langsung menuju homestay bu Djono yang berada di pass Dieng. Menurut penuturan pak Didi bu Djono sudah meninggal sejak tahun 1997 dan kini homestay tersebut dikelola oleh cucu dari bu Djono. Homestay bu Djono juga merupakan penginapan tertua di Dieng. Banyak hal yang di ceritakan pak Didi di sepanjang perjalanan kami menuju homestay. Pemandangan disepanjang jalan menuju homestay sungguh menakjubkan kami sikelilingi oleh bebukitan, ladang kol, bawang dan masih banyak lagi. Pemandangan indah alam semesta itu terus tersaji selama 1,5 jam perjalanan kami.

Foto-foto di atas saya ambil langsung selama di perjalanan di atas motor. Sambil menikmati pemandangan yang sangat jarang saya temukan ini, telinga saya tak henti henti nya mendengarkan penuturan mengenai Dieng dari pak Didi yang terus menceritakan banyak hal tentang Dieng kepada saya sambil mengendarai sepeda motor matic nya. Jauh di ujung mata saya terlihat bukit, lantas pak Didi berkata "mas andri, Dieng ada di balik bukit itu" kata pak Didi sambil menunjuk ke arah bukit. Astaga... ternyata masih cukup jauh perjalanan yang harus saya tempuh. Namun perjalanan yang jauh ditempuh tanpa kemacetan bahkan di iringi oleh pemandangan yang indah seperti itu membuat saya sangat menikmati perjalanan. Menurut pak Didi kembali, bahwa Dieng di bagi menjadi dua wilayah yang satu masuk ke wilayah Wonosobo dan sebagian lagi masuk ke wilayah Banjar Negara. Dan akhirnya kami pun tiba di pintu gerbang Dieng. Ini dia gerbang yang acap kali di abadikan oleh pelancong untuk berfoto, begitu pun dengan kami.

Puas mengabadikan moment, kami lanjutkan perjalanan kembali, sampai kami melintasi Tuk Bimo Lukar dan kami menyempatkan diri untuk singgah sebentar. Menurut pak Didi kembali Dieng adalah wilayah yang suci, maka kami juga harus berbersih terlebih dahulu sebelum tiba di Dieng dan berbersih itu kami lakukan di Tuk Bimo Lukar.

Air yang cukup dingin di terik mentari membasahi muka, tangan dan kaki kami. Begitulah yang di anjurkan oleh pak Didi kepada tiap tamu yang akan berkunjung ke Dieng. Cukup membuat kami segar setelah lelah di perjalanan. Kami pun melanjutkan perjalanan kembali. Alhamdulillah akhirnya kami tiba di penginapan tertua di Dieng ini, ya... penginapan Bu Djono. selama ini saya hanya tau mengenai penginapan ini dari beberapa sumber di internet dan kini akhirnya saya merasakan sendiri untuk bermalam di penginapan tertua ini. Sesampainya di penginapan Bu Djono kami di sambut oleh pengelola penginapan dengan sangat ramah. satu orang wanita dan seorang pria. Kami pun berkenalan yang wanita saya lupa namanya, namun yang pria namanya mas Dwi. Ya...mas Dwi sudah tidak asing lagi namanya di telinga saya. Karena namanya begitu populer di internet ketika kita mencari informasi mengenai Dieng di Google. Kami hanya memiliki waktu satu jam untuk beristirahat, karena setelah itu kami harus memulai petualangan kami yang akan di temani oleh pak Didi, sayang kami tak sempat mengabadikan penginapan dan kamar kami di Bu Djono. Jam 11.00 kami mulai berkeliling Dieng. banyak objek wisata yang kami kunjungi dan kami dengar cerita sejarah nya dari pak Didi. Dieng tak hanya asik untuk di nikmati pemandangan indahnya, namun Dieng juga memiliki sejarah yang mengharukan. karena pernah terjadi dimana sebuah desa tertimbun longsor dan banyak memakan korban warga setempat. Objek wisata yang kami kunjung diantaranya adalah kawah sileri, candradimuka, sumur jalatunda, telaga merdada, komplek candi arjuna, danau cebong, kawah sikidang dan lainnya yang saya lupa namanya.

Nah kalo foto yang di atas saya sedang di candradimuka, konon katanya dulu disini tempat di rebusnya gatot kaca sebelum bertarung agar si gatot kaca menjadi kuat. untuk objek yang ini istri saya gak ikut turun ke bawah, dia tak cukup berani untuk turun ke kawah, jadi saya hanya di temani oleh pak Didi deh...!! setelah puas mendengarkan pak Didi dan berfoto di kawah dan sekitarnya kami melanjutkan ke objek lainnya. Hari pertama kami berkeliling Dieng dan sekitarnya tak lupa kami abadikan dengan berfoto foto. Berikut foto yang berhasil kami abadikan di beberapa objek di Dieng pada hari pertama.

Asik seharian diajak berkeliling Dieng oleh pak Didi, sore hari kami kembali ke penginapan Bu Djono untuk beristirahat. Istirahat sebentar, dan saya memberanikan diri untuk mandi dengan udara yang dingin di sore hari. Jelas saya berani untuk mandi, di penginapan ini sudah di fasilitasi dengan air hangat hiiii....!!! selesai mandi saya dan istri penasaran ingin mencicipi ayam bakar yang di jual di restoran penginapan Bu Djono yang banyak dibicarakan di internet itu. kami pun langsung menuju restoran, beruntung yang berjaga di penginapan saat itu adalah mas Dwi, jadi saya bisa ngobrol ngobrol dengan nya. Dan akhirnya kami pun memesan ayam bakar kepada mas Dwi, sambil celingak celinguk istri saya melihat di depan penginapan Bu Djono ada yang menjual bakso. Bukan wanita kalo ngeliat bakso gak ngiler. Alhasil kami pun memesan bakso itu lewat mas Dwi.

Sambil menyantap lezatnya masakan yang kami pesan, mas Dwi terus menemani dengan obrolan obrolan santai. "mas Andri, udah nyobain tempe kemul?" tanya mas Dwi pada saya. Dengan jujur saya bilang belum bahkan saya baru mendengar nama "Tempe Kemul" . mas Dwi pun langsung keluar dari restoran, Nampaknya dia membelikan tempe kemul di warung sebelah penginapan untuk kami. inilah bentuk tempe kemul yang di belikan mas Dwi.

Masakan yang saya cicipi sore itu enak dan cocok di lidah saya dan istri. mungkin jika nanti kalian kesana kalian bisa mencicipinya makanan di atas. untuk harganya sendiri, saya sudah lupa. namun yang saya ingat harganya tidak mahal. Dan untuk tempe kemul yang saya makan itu GRATIS dari mas Dwi heeee.....asiiiik kan....!!! Setelah perut terisi kembali, kami kembali ke kamar. membaringkan tubuh yang leleh diatas ranjang empuk, di temani udara yang dingin berselimutkan bedcover. mata kami perlahan terpejam. Ohhh astaga...kami baru terbangun jam 22.30 malam. Niat nya malam ini kami ingin mencicipi nasi goreng Mbak Mien. Sayang beribu sayang warung Mbak Mien sudah tutup saat saya mencoba memastikan malam itu. 2 April 2014 Pagi itu yang mungkin masih buta dan ayam belum terbangun dari tidur lelapnya, kami sudah harus bangun dan bergegas untuk pergi ke bukit Sikunir untuk menjadi saksi bahwa benar pagi itu mentari keluar dari sarangnya. Jam 04.00 kami berangkat ke bukit Sikunir bersama Pak Didi tentunya. Perjalanan menggunakan sepeda motor dengan udara pagi yang begitu dingin tetap terasa walau jaket sudah saya pakai rangkap dua. Waktu perjalanan dari penginapan Bu Djono ke kaki bukit Sikunir kurang lebih 1 Jam. Dari kaki bukit kami masih harus mendaki lagi mungkin sekitar 20-30 menit. ya...pagi yang gelap, udara dingin dan tas cariel di pundak saya menemani perjalan menuju bukit Sikunir. Perlahan namun pasti kami langkahkan kaki untuk mendaki bukit Sikunir. Nafas saya terengah engah saat mendaki dan kami beberapa kali berhenti dan beristirahat sejenak. Mungkin jika hal ini saya lakukan beberapa tahun yang lalu, saya akan dapat melakukannya dengan berlari walau cariel di pundak saya. Disini lah saya sadar untuk kembali mengecilkan badan saya, karena bukit Sikunir telah mengingatkan saya bahwa berat badan saya sudah semakin gemuk heee....!!! Rasa lelah kami tumpahkan saat itu juga di puncak bukit Sikunir, oh Tuhan....Alam ini begitu indah...semua lelah terbayarkan saat mentari seolah menjadi satu satunya penerangan di bukit Sikunir pagi itu. Indahnya alam terlihat dari bukit Sikunir. Pegunungan, Desa, dan perkebunan terlihat dari bukit ini.

Tak hanya kami yang menyaksikan indahnya mentari pagi bukit Sikunir, banyak wisatawan lokal dan macanegara yang datang pagi itu. Kami asik mengabadikan moment yang jarang kami temukan itu. Pak Didi pun ingin berfoto bersama kami. ini dia pak Didi yang menemani kami selama di Dieng.

Puas sudah berfoto, mentari semakin naik ke atas kami pun beranjak turun bukit sambil terus menjepret foto dengan HP yang tak begitu bagus namun bisa kami maksimalkan.

Bukit Sikunir is over, kami pun menuju objek wisata lainnya di Dieng. Tujuan kami selanjutnya adalah kawah Sikidang. Dinamakan Sikidang karena arti Sikidang sendiri adalah kijang, di kawasan ini kawahnya suka berpindah pindah seakan meloncat loncat seperti kijang maka dengan itulah dinamakan kawah Sikidang.

Next Destination is Telaga Warna....!!!

Siang hari sebelum kami pulang ke rumah kami menyempatkan untuk membeli oleh oleh khas Dieng di rumah pak Didi yang kebetulan juga menjual oleh oleh. Karena bus kami baru akan berangkat sore hari maka sambil membeli oleh oleh kami juga numpang istirahat dan sholat di rumah pak Didi. Untuk oleh oleh khas Dieng sendiri seperti apa yang telah saya posting pada tulisan saya sebelumnya yaitu di Indahnya alam Dieng, wonosobo. jangan sampe kamu pergi kesuatu tempat yang jarang jarang kita datengin tapi gak bawa pulang apa apa.DIENG menyediakan banyak oleh oleh yang bisa kita bawa pulang diantaranya keripik jamur, purwaceng, nah kalo yang ini berasal dari tanaman yang udah di olah sedemikian rupa yang fungsinya untuk meningkatkan stamina para lelaki heeee....kemudian juga ada yang namanya carica yang ini berasal dari buah pepaya hutan yang kemudian dijadikan manisan carica.

Selepas sholat, kami ternyata sudah di siapkan makan siang oleh keluarga pak Didi. Ya ampun sungguh jadi merasa (gak) ENAK deh saya sama pak Didi. istri nya begitu hangat menyambut kedatangan kami. Pak Didi baru memiliki anak pertamanya yang berusia kurang dari lima tahun. kelucuannya balita itu menemani obrolan kami sepanjang waktu di rumah pak Didi.

Sholat sudah, makan pun sudah. Saat nya pak Didi mengantar kami ke terminal Wonosobo. Namun waktu masih menunjukan puluk 14.00 siang. Pak Didi ingin memenuhi janjinya terlebih dahulu untuk mengantar kami mencicipi mie ongklok yang terkenal dari Wonosobo itu. Jadilah kami mampir warung sederhana di pinggir jalan menuju terminal Wonosobo. Mie Ongklok itu...kuahnya kental dan berasa ebi nya, Mie nya itu seperti mie yang ada pada empek empek tapi agak lebih besar lagi sedikit. Makan Mie Ongklok biasanya ditemani dengan sate sapi. dan kami pun memesan mie ongklok plus sate sapi. Lagi lagi harganya tak mahal, namun lagi dan lagi saya lupa berapa harganya..

Tinggal melanjutkan perjalanan ke terminal yang sudah tak jauh lagi. Sungguh menyenangkan bisa berkunjung ke daerah Indonesia yang mengagumkan itu. Sesampainya di terminal kami langsung memesan tiket ke Jakarta, dan liburan pun selesai......!!! Temuan Positif

  1. Alam yang indah, sangat pantas untuk menjadi destinasi liburan
  2. Udara yang sejuk nampaknya cocok untuk menghilangkan penat
  3. Penduduk setempat ramah
  4. Makanan setempat cukup nikmat di lidah pelancong dari berbagai daerah
  5. Harga makanan yang terjangkau

Temuan Negatif

  1. Kurangnya sarana olahraga outbond
  2. Tidak ditemukannya sungai untuk bermain air

Saran

  1. Saran saya semoga di Dieng dapat dibangun objek wisata yang aktif misalnya seperti pemandian air hangat agar para pelancong bisa juga menghangatkan badannya dari udara Dieng yang dingin.
  2. Pembangunan olahraga outbond seperti flying fox nampaknya akan lebih seru saat berkunjung ke Dieng
  3. menentukan pusat belanja untuk membeli oleh oleh

sekiranya seperti itulah perjalan bulan madu kami, semoga tulisan ini bermafaat. Mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline