Lihat ke Halaman Asli

Ervan Yuhenda

Independen

Menggugat Ketimpangan Gender di Dunia Kerja

Diperbarui: 23 Agustus 2024   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber:Koleksi Dok Pribadi)

Ketimpangan gender di dunia kerja adalah isu yang sudah lama mengakar dan terus menjadi sorotan di berbagai negara. Meski banyak kemajuan telah dicapai dalam beberapa dekade terakhir, ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan masih nyata dan merugikan. Fenomena ini tidak hanya merugikan individu yang terdampak langsung, tetapi juga mempengaruhi produktivitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Ketidakadilan Gaji

Salah satu manifestasi paling jelas dari ketimpangan gender di tempat kerja adalah perbedaan gaji. Di banyak sektor, perempuan masih mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa perempuan, secara global, dibayar sekitar 20% lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ketidakadilan ini sering kali disebabkan oleh stereotip gender yang menganggap pekerjaan yang didominasi perempuan kurang bernilai atau kurang membutuhkan keahlian.

Ketidakadilan gaji ini dapat dilihat dalam berbagai industri, dari sektor teknologi hingga layanan publik. Sebagai contoh, dalam industri teknologi, yang sering dianggap sebagai industri progresif, masih terdapat kesenjangan gaji yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan yang bekerja di bidang teknologi sering kali mendapati bahwa kontribusi mereka kurang dihargai dibandingkan rekan-rekan laki-laki mereka, baik dari segi upah maupun pengakuan.

Selain itu, pekerjaan yang didominasi oleh perempuan sering kali dianggap sebagai "pekerjaan wanita" dan, oleh karena itu, dibayar lebih rendah. Pekerjaan di bidang perawatan anak, keperawatan, dan pendidikan dasar, misalnya, cenderung dibayar lebih rendah dibandingkan pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki dengan tingkat tanggung jawab dan keterampilan yang serupa. Ketidakadilan ini mencerminkan pandangan masyarakat yang meremehkan nilai pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh perempuan.

Kurangnya Representasi di Posisi Pimpinan

Selain masalah gaji, representasi perempuan di posisi kepemimpinan juga masih sangat terbatas. Dalam banyak organisasi, posisi manajerial dan eksekutif masih didominasi oleh laki-laki. Hal ini menciptakan hambatan struktural yang sulit diatasi oleh perempuan, terutama ketika mereka harus menyeimbangkan antara tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab domestik. Kurangnya dukungan untuk kebijakan yang ramah keluarga, seperti cuti melahirkan dan fleksibilitas kerja, juga memperburuk situasi ini.

Perempuan sering kali terhambat dalam karier mereka oleh "plafon kaca" sebuah metafora yang menggambarkan hambatan tak terlihat yang mencegah mereka mencapai posisi tertinggi dalam organisasi. Plafon kaca ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk diskriminasi gender, kurangnya kesempatan untuk pengembangan keterampilan, dan ekspektasi sosial yang menempatkan tanggung jawab rumah tangga lebih besar pada perempuan.

Studi menunjukkan bahwa keberagaman gender di posisi kepemimpinan dapat membawa berbagai manfaat bagi organisasi. Perusahaan dengan lebih banyak perempuan di posisi kepemimpinan cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik, inovasi yang lebih tinggi, dan lingkungan kerja yang lebih inklusif. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk mengambil langkah-langkah aktif dalam meningkatkan representasi perempuan di tingkat manajerial dan eksekutif.

Diskriminasi dan Pelecehan di Tempat Kerja

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline