Nurhadi-Aldo, pasangan capres dan cawapres fiktif yang kerap kali mengocok perut lewat meme mereka di media sosial. Awal mula kemunculan meme Nurhadi di lini masa saya sama sekali tidak mendapatkan perhatian saya. Saya merasa menjadi salah satu mahkluk di bumi yang paling cuek terhadap dinamika politik lelucon tidak penting yang hanya buang-buang paket data.
Maklum, bagi golongan pekerja, paket data dibeli dengan uang, dan uang didapatkan hanya dengan bekerja. Kecuali kamu pelaku start-up yang punya investor, ada bisnis yang menghasilkan profit. Jika tidak, maka gunakanlah paket data sebaik-baiknya, dan sebijaksana mungkin. Hari-hari ini mencari pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan itu sulit.
Namun karena gempuran Nurhadi-Aldo semakin banyak dan menarik perhatian media massa, saya pun mulai mencoba membaca lebih dalam setiap perilaku mereka di media sosial. Siapa sangka saya menjadi bagian dari generasi korban hipnotis lelucon mereka.
Saya sampai mengumpulkan beberapa lelucon mereka dan share di laman Facebook sekadar untuk menghibur handai taulan rekan sejawat di media sosial. Sayang saja, ada beberapa candaan pasangan ini yang terkesan vulgar dan seksis untuk saya. Sebagai komitmen, saya tidak mendukung pasangan capres-cawapres, kepala daerah, wakil rakyat, yang perspektif berpikir dan bercandaan vulgar dan seksis. Itu komitmen.
Di sisi lain juga memasang teras kecurigaan terhadap gerakan Nurhadi-Aldo. Apakah ini dibentuk bukan secara sukarela tetapi digawangi oleh seseorang dengan kepentingan tertentu? Maklum, saya tidak percaya ada makan siang gratis, sehingga saya tidak percaya jika relawan di Indonesia sudah mewarisi makna 'rela' yang sungguh tanpa imbalan.
Saya berandai-andai bahwa ini memang gerakan relawan, uniknya lagi secara spesifik, ini adalah gerakan anak muda milenial yang memang ingin bercanda saja. Alasannya, pusing dan mumet dengan media sosial yang isinya hoax, ujaran kebencian, dan adu argumentasi.
CAPRES KOK SEKSIS?
Dilansir dari reportase BBC Indonesia dengan judul "Nurhadi-Aldo: Dari tukang pijat sampai jadi pasangan capres guyonan". Lead yang diipakai jelas sangat mengundang rasa penasaran pembaca soal siapa di balik Nurhadi-Aldo. Pasangan dengan nama Koalisi Tronjal-Tronjol Maha Asyik ini salah satunya memang tokoh nyata, bukan fiksi. Dialah Nurhadi si tukang pijat dari Kudus. Sementara Aldo adalah tokoh fiktif dengan wajah hasil kreasi software.
Dikutip dari BBC, sekelompok anak muda ini memang punya tujuan melakukan shitposting di tengah kondisi politik yang menurut mereka sedang kisruh. Agenda besar ini adalah memberikan kritik untuk pemerintah dan para politisi Indonesia. Di sisi lain mereka juga ingin membantu kehidupan si tukang pijat yang sering menawarkan jasa melalui jaringan internet ini. Tujuan mereka membantu Nurhadi jelas perlu diapresiasi.
Meskipun begitu, analisa saya soal konten yang vulgar dan seksis dari pasangan fiktif ini juga diakui sendiri oleh aktivis Nurhadi-Aldo dilakukan secara sengaja. Itu semakin mengecewakan bagi saya, karena jelas si pelaku dan golongannya tidak memiliki perspektif soal kesetaraan gender. Saya juga cemas mereka kurang mempertimbangkan nilai etis dan tidak etis yang dianut masyarakat Timur. Kepada BBC Indonesia mereka mengaku hal itu adalah bagian dari strategi marketing? Tunggu, strategi marketing?