Lihat ke Halaman Asli

Je Suis desole, Sebuah Permohonan Maaf

Diperbarui: 16 November 2015   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Je Suis desole: Sebuah Permohonan Maaf

Gloria Fransisca Katharina

(Tulisan ini lahir dari hasil refleksi 15 November 2015)

Facebook jadi ribut soal bendera begini? Ternyata bentuk belasungkawa dilihatnya dari share gambar dan ganti profile picture tho?

Aku gak mau masang ah, daripada dipandang cuma peduli sama Paris doang, lagipula dari kemarin aku sudah banyak share berita tentang tragedi Paris. Buatku, kejelasan informasi dan kredibilitas pemberitaan lebih penting untuk membuat manusia seimbang dalam memberikan respon. Pikirku sekarang, kok mau mau aja gitu dibego-begoin Facebook. Human, you have to control the technologies, not technologies control you. J Happy Sunday!

 

Jadi inilah status facebook saya pada 15 November 2015. Sebuah status yang mengundang berbagai komentar dukungan ataupun serangan atas pernyataan saya. Alasannya banyak,

  1. Saya memakai diksi ‘bego’ yang seolah menyatakan para pihak yang berbela sungkawa itu bodoh
  2. Saya meributkan bendera Paris yang ramai di facebook, sesuatu hal yang sebenarnya hak semua orang saja untuk memberikan profilenya untuk berbela sungkawa.

Maaf saja. Saya memang sengaja memakai diksi yang memancing emosi dan terkesan judgemental. Bukan tanpa alasan saya menuliskan diksi-diksi dan opini demikian. Tetapi sekali lagi, izinkanlah saya meminta maaf jika ada handai taulan yang merasa tersakiti.

Tetapi izinkanlah saya memberikan sejumlah argumentasi alasan saya menuliskan status itu. Sebuah alasan yang bagi saya cukup sahih dan bisa diperdebatkan lebih lanjut.

Alasan saya tidak sederhana. Garis besar utamanya adalah saya mempertanyakan mengapa teror di Paris harus menjadi perhatian dunia? Mengapa sejumlah teror di daerah konflik tidak bisa dijadikan perhatian dunia? Mengapa facebook tidak membuat bendera untuk Lebanon, Syria, dan lainnya yang sama-sama diserang teror yang mengatasnamakan agama?

Saya pun mencoba mendiskusikanya dengan Maria Brigita Blessty. Kebetulan daya analisis dia cukup tajam, dan saya kebetulan tipe orang yang berusaha membuka pikiran atas sejumlah pendapat lain sekaligus pikiran yang akan mengkritik saya. Blessty paham dengan maksud saya, bahwa terjadi kelatahan lokal yang memang tidak bisa dibendung. Dia sepaham dengan saya. Tetapi benar saja, Blessty mengkritik status saya yang terlalu judgmental.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline