Lihat ke Halaman Asli

Trievena Gloria

Mahasiswa Sastra Inggris

Mengenal Natoni dalam Budaya Timor (Dawan) dan Upaya Pewarisannya

Diperbarui: 8 Januari 2024   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selain memiliki tempat wisata dengan pemandangan alam yang indah, Nusa Tenggara Timur juga memiliki ragam budaya dan tradisi yang unik termasuk tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan tradisi yang disampaikan secara turun-temurun yang meliputi kearifan lokal, kebijakan, dan filosofi hidup yang diungkapkan dalam bentuk mantra, pantun, cerita rakyat, syair, pertunjukan, dan upacara adat. Tradisi lisan dalam masyarakat berpotensi untuk digali dan dipelajari sebagai sumber sejarah mengenai bagaimana kehidupan di masa lampau dan nilai-nilai di dalamnya yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Mari kita mengenal lebih jauh tradisi lisan Natoni dalam budaya masyarakat Timor (Dawan) yang masih dilestarikan.

APA ITU "NATONI"?

Natoni adalah salah satu jenis tradisi lisan yang berasal dari provinsi bagian timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur. Tradisi lisan Natoni dikenal sebagai pertunjukan tradisional oleh masyarakat Timor khususnya yang tersebar di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Kupang, NTT. Natoni dianggap sebagai media untuk menyampaikan pesan adat dalam bentuk syair kiasan. Syair kiasan tersebut dituturkan menggunakan bahasa lokal masing-masing daerah namun pada umumnya menggunakan bahasa Timor (Dawan) dengan tingkatan tertinggi. Asal usul sebutan "Natoni" berasal dari kata "Na" yang berarti sebutan untuk laki-laki dan "Atoni" yang berarti tuturan.

BENTUK DAN NILAI BUDAYA NATONI

Natoni biasa dilakukan seperti berpidato atau saling memberikan tuturan secara lisan yang dilakukan oleh beberapa orang. Dalam ritual Natoni terdapat seorang penutur yang disebut "Atonis" dan didampingi oleh beberapa orang sebagai pengikut yang disebut "Na He'en". Biasanya saat proses Natoni, seorang Atonis berdiri dan menuturkan syair-syair terlebih dahulu lalu selanjutnya Na He'en akan mengikuti dengan menekankan apa yang diucapkan oleh Atonis di bagian akhir tuturan.  Dari proses penyampaiannya, Natoni tergolong dalam seni lisan sebagai media komunikasi tradisional karena terdapat penutur (Atonis) sebagai komunikator yang menyampaikan pesan lewat syair kepada masyarakat dalam wujud pertunjukan.

Ungkapan pesan dalam Natoni tidak dituturkan secara eksplisit oleh penutur melainkan dengan syair kiasan yang menggunakan bahasa daerah setempat, namun pada umumnya menggunakan bahasa Dawan (Uab Meto) dengan tingkatan tertinggi karena pemilihan kata, gaya bahasa, dan konteks penutur yang digunakan dalam Natoni berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu syarat untuk melakukan Natoni adalah harus menguasai bahasa daerah khususnnya Bahasa Timor (Dawan) karena hampir seluruh bagian dari pesan yang disampaikan dalam Natoni menggunakan ungkapan-ungkapan kiasan dari bahasa Dawan. Tradisi Natoni memiliki tingkat kesulitan serta isi dan bentuk syair yang berbeda. Materi dan pesan adat dalam syair-syair Natoni akan disesuaikan pada situasi dan tempat Natoni dilakukan. Sebagian besar isi pesan dalam Natoni adalah nasehat yang diharapkan dapat diteladani oleh masyarakat. Tradisi Natoni memiliki nilai-nilai yang erat dengan hubungan antar sesama manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan pencipta.  Dalam proses Natoni, terdapat benda-benda yang digunakan sebagai simbol komunikasi seperti tempat sirih pinang (Okomama), selendang tenun, tas sirih pinang, uang logam, ikat kepala, dan lain-lain. Benda-benda tersebut dapat digunakan sebagai simbol komunikasi yang memiliki makna.

UPAYA PEWARISAN NATONI

Berdasarkan informasi dari info budaya di website Kemdikbud, Natoni belum diresmikan menjadi warisan budaya namun sudah teregistrasi secara nasional sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Dilihat dari perkembangannya sekarang, tradisi Natoni masih dilestarikan karena bagi masyarakat Timor, Natoni memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan-kegiatan penting dalam masyarakat. Pada dasarnya Natoni dikenal sebagai tradisi lisan turun-temurun dari nenek moyang masyarakat Timor yang biasa dilakukan dalam kegiatan sakral. Tetapi hingga saat ini, tradisi lisan Natoni masih sering dilakukan dalam berbagai kegiatan sakral dan perayaan seperti acara kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Natoni juga diterapkan sebagai tradisi yang dilakukan dalam aktivitas kehidupan sosial masyarakat seperti upacara penyambutan tamu dinas, penyambutan tamu di sekolah, upacara persembahan kepada Uis Neno dan Uis Pah, serta upacara adat lainnya.

Selain sebagai pertunjukan, Natoni sudah sangat erat dengan kehidupan masyarakat Timor. Natoni memiliki nilai yang dapat mengikat hubungan kekerabatan antar masyakrakat karena itu, hingga saat ini Natoni juga dapat digunakan sebagai sarana perdamaian dan bentuk kehormatan. Dalam upacara adat besar, Natoni akan dituturkan oleh pemuka adat atau orang yang memiliki kedudukan tinggi. Secara umum, bentuk pelaksanaan Natoni tidak berubah dari generasi ke generasi. Natoni dilakukan oleh laki-laki yang ditunjuk atau dipercaya, akan tetapi dalam perkembangannya ada juga wanita yang menjadi penutur Natoni, namun tetap dengan syarat tertentu.

Indonesia memiliki keberagaman seni dan budaya yang unik. Sebagai generasi muda di era modern ini, kita patut mengetahui, memahami, serta melestarikan budaya yang membentuk keberagaman di Indonesia agar tidak terlupakan. Dengan melestarikan budaya Natoni, kita dapat memahami lebih dalam tentang sejarah dan nilai-nilai yang membentuk masyarakat Timor. Upaya pelestarian ini penting untuk mencegah kehilangan kearifan lokal dan filosofi hidup yang terkandung dalam tradisi lisan Natoni.

Pewarisan budaya Natoni dapat memberikan kontribusi besar terhadap identitas dan keberlanjutan masyarakat Timor. Dengan memahami dan menghargai tradisi ini, kita dapat membangun hubungan yang lebih kuat antara generasi muda dan para tetua, serta merawat warisan budaya yang menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Upaya pelestarian dapat menjadi kunci untuk melestarikan dan meneruskan warisan budaya yang berharga ini kepada generasi mendatang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline