Lihat ke Halaman Asli

Integritas dan Komitmen BPJS Kesehatan Bagi Peserta

Diperbarui: 24 Desember 2018   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah lingkungan keluargaku, ada dua hal yang pernah terucap oleh ibuku dan secara konsisten tersirat menumbuhkan ide negatif mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia. Pertama, jangan pernah berurusan dengan rumah sakit. Hal ini tidak berkaitan dengan sugesti personal agar selalu dinaungi kesehatan jasmani namun lebih kepada sarkasme bahwasanya biaya rumah sakit sama sekali tidak ramah kantong. Kedua, layanan rumah sakit apalagi fasilitas milik atau dikelola oleh negara sering kali tidak memuaskan. Entah karena urusannya yang berbelit-belit atau hasilnya yang di luar ekspektasi.

Berkat kesehatan yang berlimpah bagiku dan keluarga menyebabkan tidak banyak interaksi aku dan sistem pelayanan kesehatan, apalagi fasilitas kesehatan yang dikelola negara termasuk jaminan kesehatan dari pemerintah. Ironisnya, itu juga yang menyebabkan interpretasi negatif yang terbentuk tanpa bukti dalam relung ingatanku tetap tertanam. Hanya dua hal kecil yang terucap sekali akan tetapi tersirat secara konstan menemaniku tumbuh hingga dewasa.

Ketika pertama kali BPJS Kesehatan diperkenalkan oleh pemerintah sebagai perbaikan dari program sebelumnya, aku masih berada di bangku pendidikan lanjutan. Secara pribadi saat itu aku bersikap apatis terhadap program ini sehingga tidak berusaha mencari tahu lebih dalam apalagi mempelajari terperinci mengenai BPJS Kesehatan serta manfaatnya. Program BPJS Kesehatan telah dikenal lebih dari 2 tahun saat pertama kali aku terjun ke dunia kerja di tahun 2017. Pro dan kontranya pun berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tidak pernah terbersit pemikiran bahwa salah satu tugasku di perusahaan BPJS Kesehatan sebagai keuntungan bagi karyawan perusahaanku. Saat itu perusahaan tempatku bekerja baru berdiri sehingga aku dituntut untuk mengelola BPJS Kesehatan mulai dari pendaftaran hingga memastikan semua karyawan memperoleh fasilitas ini. Saat itu kekhawatiran terbesarku adalah proses ini akan berlangsung panjang dan melelahkan yang berdampak pada ketidakpuasan yang dirasakan oleh aku sebagai pendaftar sekaligus pengelola sistem E-Dabu perusahaan maupun sebagai peserta BPJS Kesehatan nantinya.

Di luar dugaan, proses pendaftaran perusahaan ke program BPJS Kesehatan berjalan cepat dan mudah. Masih berbekas dalam benakku pengalaman pertama kali memasuki kantor BPJS Kesehatan yang padat kala itu. Disambut oleh seorang penjaga keamanan yang ramah, beliau mengarahkanku langsung ke bagian perusahaan. Di sana salah satu pegawai BPJS Kesehatan yang memperkenalkan diri dengan nama panggilan Aat menjelaskan seluruh tata cara pendaftaran perusahaan mulai dari keuntungan bagi perusahaan dan peserta BPJS Kesehatan, hal-hal berkaitan administrasi, hingga detail terkecil dengan sangat terperinci.

Ketika akhirnya aku berpamitan, Mbak Aat memberikan sepucuk kartu nama dengan senyuman ia berkata, "Jangan sungkan kalau masih ada pertanyaan, boleh langsung kontak saya saja."

Sejak hari itu, sinisme mengenai pelayanan kesehatan pada umumnya, terutama BPJS Kesehatan khususnya, yang tumbuh dalam diri aku hingga sehari sebelumnya pudar sedikit demi sedikit. Aku masih ingat hari-hari ketika aku memaksa Mbak Aat mengangkat teleponku dan menghabiskan beberapa waktu menjawab pertanyaanku yang tidak kunjung fasih dengan kebutuhan pendaftaran dan sistem BPJS Kesehatan ini. Ketika akhirnya seluruh syarat pendaftaran terkumpul, Mbak Aat memberikan kemudahan lainnya yakni memberikan ijin untuk mengirimkan beberapa berkas yang tertinggal menyusul lewat surel agar berkas lainnya dapat segera langsung diajukan dan disahkan.

Setelah pendaftaran selesai dan perusahaan resmi menjadi peserta BPJS Kesehatan, tampaknya pengalamanku berkutat dengan BPJS Kesehatan sebenarnya baru saja dimulai. Setelah perusahaan resmi menjadi peserta BPJS Kesehatan dan seluruh karyawan didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan, terjadi satu peristiwa dimana salah satu karyawan, sebut saja bernama Chika, didiagnosis mengalami gangguan pada jantungnya saat melakukan pemeriksaan pertama di puskesmas. Chika adalah salah satu sahabat terdekatku di kantor yang cukup membuatku sedih pertama kali mendengar kabar mengenai kondisinya ini.

Awalnya pihak Puskesmas memberikan rujukan pemeriksaan lanjutan ke salah satu rumah sakit dalam kota. Setelah rujukan pertama ini dan dokter memeriksa kondisi jantung Chika, pihak rumah sakit setuju dengan permohonan untuk memberikan rujukan kedua bagi Chika berobat ke ibukota dengan pertimbangan bahwa kondisi jantungnya yang butuh dioperasi sesegera mungkin dan kerabat Chika yang sebagian besar tinggal di ibukota. Kemudian Chika mengambil cuti panjang dari perusahaan yang dengan kebaikan hati manajer kami pun diijinkan selama proses pengobatan hingga pemulihan di ibukota. Chika pun berangkat untuk proses pengobatannya.

Tidak seperti prasangka dan praduga aku sebelumnya bahwa prosesnya akan berjalan lambat dan berbelit-belit, Chika justru mengisahkan bahwa pemeriksaan kondisi jantung di rumah sakit rujukan kedua itu hingga proses penjadwalan operasi berjalan dengan sangat cepat dan lancar. Chika bahkan dijadwalkan operasi tidak berapa lama setelah beberapa kali lagi pemeriksaan dan stabilisasi kondisi jantungnya maksimal untuk dilakukan tindakan operasi. Mendengar hal itu, kecurigaanku bahwa operasinya akan diulur-ulur hingga waktu yang lama karena menggunakan BPJS Kesehatan sekali lagi terbukti tidak beralasan.

Pernah sekali aku berkunjung ke rumah sakit tempat ia dirawat beberapa hari sebelum tindakan operasi. Ia mengisahkan betapa kalutnya pikirannya bahwa nanti setelah proses operasinya selesai, tagihan dari pihak rumah sakit akan membeludak dibandingkan skema awal yang dijelaskan di bagian administrasi. Dengan harapan memberikan Chika cukup motivasi dan ketabahan, aku bersama beberapa kawan yang datang pada hari itu memberikan semangat dan keyakinan bahwa apabila Chika membutuhkan biaya kami siap membantu meskipun beberapa dari kami mengakui setelahnya bahwa dalam hati mencoba menghitung berapa uang yang dapat disisihkan untuk membantu Chika. Apalagi mengingat operasi yang dijalani Chika ini bukan operasi sembarangan dan pastinya membutuhkan biaya yang sangat besar terlepas dari jaminan BPJS Kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline