Martin Luther King Jr. adalah seorang pendeta Baptis dan aktivis hak sipil yang sangat berpengaruh dalam gerakan hak sipil di Amerika Serikat dari pertengahan 1950-an hingga kematiannya pada tahun 1968. Lahir dengan nama Michael King Jr. pada 15 Januari 1929, di Atlanta, Georgia, ia dibesarkan dalam keluarga yang sangat religius, di mana ayahnya juga seorang pendeta.
Pengalaman awalnya dengan diskriminasi rasial membentuk pandangannya tentang ketidakadilan sosial dan menanamkan keinginan untuk memperjuangkan hak-hak orang kulit hitam di Amerika, (Yukesti, 2015).
Setelah menyelesaikan pendidikan di Morehouse College dan Crozer Theological Seminary, King mulai aktif dalam gerakan hak sipil. Ia menjadi salah satu pendiri Southern Christian Leadership Conference (SCLC) pada tahun 1957, sebuah organisasi yang berfokus pada pengorganisasian aksi-aksi non-kekerasan untuk menuntut kesetaraan rasial.
Salah satu momen penting dalam karirnya adalah kepemimpinannya dalam Montgomery Bus Boycott pada tahun 1955, yang terjadi setelah penangkapan Rosa Parks karena menolak menyerahkan kursinya kepada penumpang kulit putih. Boikot ini berlangsung selama 382 hari dan berakhir dengan keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa segregasi di bus adalah tidak konstitusional, (Kirk, 2014).
King dikenal luas karena pendekatannya yang mengedepankan non-kekerasan, terinspirasi oleh ajaran Kristen dan filosofi Mahatma Gandhi. Ia percaya bahwa cinta dan pengertian adalah senjata paling kuat dalam perjuangan melawan ketidakadilan. Selama karirnya, King menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya terhadap hak asasi manusia, termasuk Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1964, menjadikannya sebagai salah satu pemimpin paling dihormati dalam sejarah Amerika.
Tapi perjuangannya tidak tanpa risiko; ia sering menghadapi ancaman kekerasan dan akhirnya dibunuh pada tanggal 4 April 1968 di Memphis, Tennessee. Meskipun demikian, warisan King terus hidup melalui gerakan hak sipil dan perjuangan untuk keadilan sosial di seluruh dunia, (King Jr, 2012).
Hingga saat ini, Martin Luther King Jr. dikenang sebagai simbol perjuangan melawan rasisme dan ketidakadilan. Hari Martin Luther King Jr. diperingati sebagai hari libur nasional di Amerika Serikat untuk menghormati dedikasinya terhadap kesetaraan dan perdamaian. Kontribusinya mengubah wajah Amerika hingga menginspirasi generasi baru untuk terus berjuang demi keadilan dan hak asasi manusia. (Weiss, 2019).
Martin Luther King Jr. muncul sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam sejarah Amerika Serikat, terutama dalam perjuangan hak sipil bagi warga kulit hitam. Lahir pada 15 Januari 1929, di Atlanta, Georgia, King dibesarkan dalam lingkungan yang sangat religius dan terpelajar.
Pengalaman pahitnya dengan diskriminasi rasial sejak usia dini, termasuk insiden ketika ia dipaksa berdiri di bus agar penumpang kulit putih bisa duduk, membentuk pandangannya tentang ketidakadilan sosial dan memicu keinginannya untuk berjuang demi perubahan. (Bruns, 2018).
Setelah menyelesaikan pendidikan di Morehouse College dan Crozer Theological Seminary, King mulai aktif dalam gerakan hak sipil. Ia menjadi salah satu pendiri Southern Christian Leadership Conference (SCLC) pada tahun 1957, yang bertujuan untuk mengorganisir aksi-aksi protes damai melawan segregasi rasial.
Gaya kepemimpinannya yang karismatik menjadi kunci sukses dalam menggerakkan massa untuk melakukan boikot dan demonstrasi tanpa kekerasan. Kepemimpinan karismatik Martin Luther King Jr. terlihat jelas; ia mampu menginspirasi dan memotivasi orang-orang di sekitarnya untuk bersatu dalam perjuangan melawan rasisme, (Nimtz, 2016).