Lihat ke Halaman Asli

Apa itu Stoikisme? Penjelasan Singkat tentang Stoikisme

Diperbarui: 20 November 2024   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

canva

Stoikisme

Stoikisme adalah salah satu aliran filsafat yang berasal dari Yunani kuno dan bertahan hingga zaman Romawi. Aliran ini menawarkan pandangan hidup yang menekankan kebijaksanaan, pengendalian diri, dan ketenangan batin dalam menghadapi tantangan hidup. Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati diperoleh bukan dari materi atau keadaan luar, melainkan dari sikap batin dan pengendalian diri yang kuat.

Sejarah Singkat Stoikisme

Stoikisme didirikan oleh Zeno dari Citium sekitar tahun 300 SM di Athena. Nama "Stoikisme" berasal dari "Stoa Poikile" (berarti "Serambi Berlukis") tempat Zeno dan para pengikutnya berkumpul untuk berdiskusi. Aliran ini berkembang dan diwariskan oleh beberapa tokoh besar seperti:

  • Cleanthes: Pengganti Zeno yang memperluas ajaran Stoikisme.

  • Chrysippus: Filsuf yang menyusun kerangka sistematika Stoikisme, menjadikannya lebih mapan dan filosofis.

  • Seneca: Seorang filsuf Romawi dan penasihat Kaisar Nero yang banyak menulis tentang Stoikisme dalam konteks kehidupan sehari-hari.

  • Epictetus: Seorang mantan budak yang mengajarkan Stoikisme melalui ajaran praktis.

  • Marcus Aurelius: Kaisar Romawi yang mempraktikkan Stoikisme dalam kehidupan politik dan menulis Meditations, sebuah refleksi pribadi tentang prinsip-prinsip Stoikisme.

Prinsip-Prinsip Utama Stoikisme

  1. Kebajikan adalah Kebaikan TertinggiStoikisme mengajarkan bahwa kebajikan (virtue) adalah satu-satunya kebaikan sejati, dan semua hal lain seperti kekayaan, status sosial, atau kesehatan hanyalah indifferents (hal-hal yang tidak penting) yang bisa diterima atau ditolak, tetapi tidak menentukan kebahagiaan sejati. Kebajikan meliputi empat kualitas utama:

    • Kebijaksanaan: Kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan baik.

    • Keberanian: Kemampuan untuk menghadapi kesulitan atau bahaya dengan tenang.

    • Keadilan: Sikap memperlakukan orang lain secara adil dan penuh hormat.

    • Pengendalian Diri: Kemampuan untuk mengendalikan nafsu, emosi, dan keinginan.

  2. Mengendalikan Apa yang Bisa DikendalikanStoikisme menekankan pentingnya membedakan antara apa yang ada di bawah kendali kita dan apa yang tidak. Menurut Stoikisme, kita tidak dapat mengontrol peristiwa eksternal atau reaksi orang lain, tetapi kita dapat mengontrol sikap, pikiran, dan tindakan kita sendiri. Prinsip ini tercermin dalam ajaran Epictetus: "Beberapa hal ada dalam kendali kita, dan beberapa hal tidak."

  3. Latihan Batin dan Refleksi DiriStoikisme mendorong praktik refleksi harian, meditasi, dan introspeksi untuk meninjau perbuatan kita dan menyelaraskan tindakan kita dengan nilai-nilai kebajikan. Ini dapat membantu mengasah ketenangan batin dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan hidup.

  4. Menjaga Ketabahan dan Ketenangan Batin (Apatheia)Bagi seorang Stoik, apatheia tidak berarti ketiadaan emosi, melainkan kemampuan untuk menjaga ketenangan dan tidak terombang-ambing oleh emosi yang destruktif. Dengan berfokus pada pikiran yang rasional dan nilai-nilai kebajikan, seseorang dapat tetap tenang bahkan dalam keadaan sulit.

  5. Menerima Takdir (Amor Fati)Stoikisme mengajarkan pentingnya menerima apa pun yang terjadi dalam hidup dengan sikap positif. Ini dikenal sebagai Amor Fati atau "cinta pada takdir." Sikap ini mengharuskan kita menerima segala peristiwa, baik dan buruk, sebagai bagian dari rencana alam semesta yang lebih besar, tanpa mengeluh atau menyerah.

Stoikisme dalam Kehidupan Sehari-Hari

Stoikisme memberikan banyak panduan praktis untuk menghadapi tantangan dan kesulitan hidup, antara lain:

  • Menghadapi Emosi Negatif: Alih-alih membiarkan kemarahan, kecemasan, atau frustrasi mengendalikan kita, Stoikisme mengajarkan untuk memeriksa asal-usul emosi tersebut dan merespon dengan tenang dan rasional.

  • Mengembangkan Resiliensi: Melalui latihan mental dan introspeksi, seseorang dapat memperkuat daya tahan terhadap penderitaan dan menjaga ketenangan.

  • Bertindak Berdasarkan Nilai: Stoikisme menekankan pentingnya bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebajikan, meskipun dalam situasi yang menantang.

  • Menghargai Momen Saat Ini: Dengan menerima apa yang terjadi dan fokus pada momen sekarang, kita dapat menikmati kehidupan dengan lebih bermakna.

    Cara mempraktikan Stoikisme

  1. Meditasi Harian: Menulis jurnal untuk merefleksikan tindakan dan pikiran setiap hari.

  2. Latihan Memento Mori: Mengingat kematian sebagai cara untuk menghargai waktu yang kita miliki dan tidak takut pada ketidakpastian hidup.

  3. Menghadapi Kesulitan dengan Tenang: Saat menghadapi kesulitan, mengingat bahwa hanya reaksi kita yang dapat dikendalikan, bukan peristiwa itu sendiri.

Relevansi Stoikisme di Zaman Modern

Stoikisme tetap relevan di dunia modern karena pendekatan praktisnya terhadap tantangan hidup. Banyak orang mengadopsi Stoikisme untuk mengatasi stres, menghadapi kegagalan, atau meraih ketenangan dalam dunia yang penuh tekanan. Dalam dunia bisnis, atletik, hingga pengembangan pribadi, Stoikisme memberikan landasan yang kokoh untuk hidup yang lebih bijaksana, disiplin, dan penuh makna.

Marcus Aurelius: "Kamu memiliki kekuasaan atas pikiranmu sendiri – bukan peristiwa eksternal. Sadarilah ini, dan kamu akan menemukan kekuatan."

"Apakah Anda pernah menerapkan prinsip Stoik dalam kehidupan sehari-hari? Bagikan pengalaman dan pandangan Anda di kolom komentar!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline